KOMPAS.com – Kabar duka datang dari presenter dan artis peran Olla Ramlan. Sang ibunda, Tis’ah Djahri, meninggal dunia pada Minggu (12/10/2025) dini hari.
Dalam unggahan manajernya, Alle, Olla tak kuasa menahan kesedihan hingga beberapa kali pingsan. Reaksi seperti itu menggambarkan betapa dalamnya rasa kehilangan seorang anak terhadap sosok yang membesarkannya.
Bagi banyak orang, kehilangan orangtua bukan hanya kehilangan anggota keluarga, tetapi juga kehilangan arah, sumber kasih sayang, dan tempat berpulang.
Menurut Psikolog Klinis Winona Lalita R., M.Psi., Psikolog, proses berduka ini harus dijalani dengan sadar dan sehat.
Ia membagikan lima langkah penting yang dapat membantu seseorang menghadapi perasaan duka setelah orangtua meninggal dunia.
Bagaimana menghadapi perasaan berduka setelah kehilangan orangtua?
1. Terima semua emosi yang datang
Ketika orangtua meninggal, berbagai emosi bisa datang secara bersamaan, mulai dari sedih, marah, kecewa, sampai rasa bersalah. Winona menegaskan, semua itu perlu diterima tanpa dihakimi.
“Apa pun emosi yang dirasakan setelah meninggalnya orangtua, jangan terburu-buru untuk berpikir bahwa kita harus segera sembuh dan segera move on,” ujar Winona saat diwawancarai Kompas.com, Senin (13/10/2025).
Ia menilai, banyak orang justru menekan emosi karena takut terlihat lemah. Padahal, menolak kesedihan hanya membuat luka semakin lama sembuh.
“Berikan ruang untuk diri sendiri untuk menyadari dan menerima apa pun emosi tidak nyaman yang dirasakan,” lanjutnya.
Dengan memberi ruang pada emosi, kamu mengakui bahwa kehilangan memang menyakitkan, dan itu sangat manusiawi. Tidak ada batas waktu yang pasti untuk sembuh, sebab setiap orang memiliki prosesnya masing-masing.
2. Menulis (journaling) untuk mengenali perasaan
Salah satu cara efektif untuk mengelola emosi setelah kehilangan adalah menulis jurnal atau journaling.
Melalui kegiatan ini, seseorang bisa menumpahkan perasaan yang sulit diungkapkan secara lisan.
“Untuk membantu menerima emosi, bisa mencoba journaling dengan mencatat apa saja perasaan yang kamu alami. Sebab, perasaan jika dibiarkan hanya akan berputar di dalam diri dan membuat overthinking,” imbaunya.
Menulis dapat membantu kamu memahami apa yang sebenarnya sedang dirasakan, apakah rasa bersalah, kehilangan, atau marah pada keadaan.
“Journaling bisa membantu memetakan perasaan yang kamu alami selama berduka. Kamu bisa lihat kembali proses naik turun setiap orang berbeda dan sangat wajar,” katanya.
Melalui catatan harian ini, seseorang dapat melihat bagaimana emosinya berubah seiring waktu.
Kadang hari terasa berat, kadang lebih ringan. Kesadaran ini membantu memahami bahwa berduka bukan garis lurus, melainkan perjalanan penuh dinamika.
3. Cari dukungan dari orang terdekat
Dalam masa kehilangan, kehadiran orang lain bisa menjadi penopang penting. Winona menyarankan agar seseorang tidak menutup diri dari lingkungan sosialnya.
“Jangan ragu untuk mencari support system, karena kamu harus tetap punya dunia sosial dan berinteraksi dengan orang lain saat berduka,” ujarnya.
Support system bisa datang dari mana saja, misalnya dari keluarga, sahabat, komunitas, atau rekan kerja yang bisa diajak berbagi cerita.
Winona menerangkan, berbagi perasaan dengan orang yang tulus mendengarkan dapat meringankan beban mental.
“Pilihlah orang yang dapat mendukung kamu secara emosional, siap mendengarkan, dan memvalidasi emosi yang dirasakan,” tambah dia.
Berduka sendirian sering membuat seseorang terjebak dalam pikiran negatif. Dengan mencari dukungan, kamu belajar bahwa perasaan sedih bukan sesuatu yang harus ditanggung seorang diri.
4. Jaga kesehatan fisik agar emosi tetap stabil
Ketika seseorang sedang berduka, fokus terhadap diri sendiri sering kali hilang. Nafsu makan menurun, pola tidur berantakan, dan tubuh menjadi lemas. Padahal, kesehatan fisik sangat berpengaruh terhadap kondisi mental.
“Berduka itu tidak nyaman, tapi jangan sampai mengabaikan kesehatan fisik. Perlahan-lahan mulailah olahraga yang teratur, kembali tidur cukup, makan yang bernutrisi,” ujar Winona.
Menjaga rutinitas harian, seperti berolahraga ringan, berjalan pagi, atau sekadar mengatur waktu makan, dapat membantu tubuh memproduksi hormon yang menenangkan.
“Menjaga gaya hidup tetap sehat itu penting, karena hidup akan terus berjalan, maka jangan sampai mengorbankan kesehatan diri,” tambahnya.
Dengan tubuh yang terjaga, seseorang bisa memiliki energi yang cukup untuk menghadapi tekanan emosional.
Keseimbangan antara fisik dan mental menjadi kunci penting dalam proses pemulihan dari duka.
5. Jangan ragu mencari bantuan profesional
Tidak semua orang bisa melewati masa duka sendirian. Ada kalanya rasa kehilangan begitu berat hingga memengaruhi pekerjaan, relasi, atau bahkan kesehatan mental. Jika itu terjadi, bantuan profesional menjadi langkah bijak.
“Apabila terasa semakin berat, mulailah mencari bantuan profesional. Bantuan profesional bentuknya bisa macam-macam, bisa ke psikolog, konselor, ataupun psikiater,” saran Winona.
Dengan bantuan profesional, seseorang dapat memperoleh panduan yang tepat untuk memahami akar kesedihan dan cara mengelolanya.
Konsultasi dengan psikolog bukan tanda bahwa seseorang lemah, melainkan bukti keberanian untuk menghadapi luka batin dengan cara yang sehat dan terarah.
Pada akhirnya, kehilangan orangtua akan selalu meninggalkan ruang kosong di hati. Namun, seperti yang disampaikan Winona, proses berduka tidak harus dihindari.
Dengan menerima emosi, menjaga diri, membuka diri terhadap dukungan, dan mencari bantuan jika perlu, seseorang dapat perlahan-lahan berdamai dengan rasa kehilangan, serta melanjutkan hidup dengan hati yang lebih tenang.
https://lifestyle.kompas.com/read/2025/10/13/190100520/seperti-olla-ramlan-psikolog-ungkap-5-cara-menghadapi-rasa-berduka