Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Peredaran Obat Palsu Memprihatinkan

Kompas.com - 24/04/2008, 15:38 WIB

JAKARTA, KAMIS - Peredaran obat palsu di Indonesia terus menjadi ancaman bahaya permanen. Di saat situasi sulit dan melambungnya biaya hidup, harga murah menjadi salah satu faktor penentu dalam membeli barang termasuk obat.

Demikian dikemukakan Sekjen Masyarakat Indonesia Anti Pemalsuan (MIAP) Justisiari Kusumah dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis (24/4). "Tahun 2002 lalu, empat kota besar yang disurvei pada 400 outlet ditemukan obat ilegal. Ini publikasinya tahun 2005. Bagaimana dengan sekarang. Tentunya pertumbuhannya kian memprihatinkan, "kata Justisiari.

"Permasalahan utama mengenai obat-obatan palsu ini adalah bagaimana mengutamakan ruang gerak peredarannya, " tambahnya.


MIAP, gabungan sejumlah asosiasi perusahaan yang bergerak sektor bertugas untuk menangani pemalsuan di Indonesia sejak tahun 2003 ini, menilai aparat hukum harus tegas dalam pemalsuan obat ini. "Sangat sedikit dari pemalsu obat yang dijerat dengan hukum maksimal," katanya.

Sementara itu, Head of Drug Anti Counterfeiting Sub Comitee International Pharmaceutical Manufactures Group (IPMG) Thierry Powis mengutip data WHO mengatakan peredaran obat palsu diperkirakan 10 persen, tak hanya Indonesia tapi juga sejumlah negara lainnya di dunia.

"Kita bukannya menakuti masyarakat untuk tidak beli obat. Ini peringatan agar berhati-hati konsumsi obat. Dan merupakan edukasi bagi masyarakat atas bahaya obat palsu," kata Powis.

Dia juga mengingatkan, masyarakat untuk membeli obat yang menggunakan bahasa Indonesia dengan registrasi sah dari aparat terkait. "Biasakan membeli obat atas resep dokter," katanya.

Menurut Justisiari, obat palsu disebabkan merek obat tertentu tidak diproduksi perusahaan yang berkompenten. "Merek X yang harusnya dibuat perusahaan Y, tapi kenyataanya merek X bukan dibuat perusahaan Y," katanya.

Selain itu, obat palsu dibuat dengan mengurangi kandungan bahan pembuat obat. "Ada yang cara dan lama penyimpanannya tidak sesuai standar sehingga dikategorikan tak layak dipakai," katanya. 
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com