Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Kenapa Harus Tutup Mata Kalau Ada Anggota Keluarga Gay?

Kompas.com - 15/05/2009, 20:00 WIB

YOGYAKARTA, KOMPAS.com - Banyak keluarga menutup mata dan telinga saat mengetahui anggota keluarganya adalah lesbian, gay, biseksual, dan transeksual (LGBT). Keluarga malah menekan dan malah menyadarkan, seolah-olah LGBT adalah aib dan sesuatu yang bertentangan dengan agama.

Diyakini banyak dari mereka yang masih terkungkung di rumah, pekerjaan, dan mengalami tekanan psikologis.

Di seluruh DIY, banyak teman gay, lesbian, biseksual, dan transeksual (LGBT) yang belum muncul ke permukaan. Masih terkungkung di rumah, atau juga di pekerjaan. Sebagian dari mereka pun masih mengalami kekerasan dari pasangannya, ujar Oki, Ketua Panitia International Day Against Homophobia (Idaho).

Oki yang juga Ketua People Like Us 1 Hati Yogyakarta menyampaikan itu, Jumat (15/5), di sela-sela talkshow Dukungan Keluarga Untuk LGBT, di Gedung Pimpinan Wilayah Nahdatul Ulama (PWNU) DIY.

"Banyak yang masih berpikiran bahwa punya anak yang LGBT adalah aib. Mengapa aib? Mengapa dianggap tidak normal, atau malah tidak didukung? Saya yakin banyak LGBT yang menyembunyikan masalah karena keluarga mereka tidak mendukung," papar Oki.

Dalam acara itu, Missatun, ibu yang anaknya adalah waria membagi pengalaman. Warga Patuk, Kota Yogyakarta ini, awalnya tidak mau terima putranya yakni Ridho, adalah waria. Selain berdoa, tak henti-henti Missatun membujuk Ridho supaya sadar. Karena upayanya mentok, Missatun akhirnya menyadari bahwa solusi terbaik adalah mendukung Ridho, yakni kini punya nama Tika ini.

"Saya percaya sama anak saya. Pergaulannya juga luas dan baik sama tetangga. Tapi ada yang masih saya cemaskan, yakni, sebagian dari mereka yang seperti Mbak Tika ini, sukanya keluyuran malam. Jika malam, kan banyak setan , yah begitulah, tahu sendiri. Saya kadang masih takut Mbak Tika terpengaruh," katanya.

Tika (27) menceritakan, dalam pergaulan, ia biasa menjumpai kalangan orang yang memandang sinis dirinya. Ini membuatnya jengkel. Mereka kalangan yang sok religius, kata Tika yang sekarang bekerja sebagai relawan di sebuah LSM ini. Tika juga suka memasak. Bahkan, bakpia bikinan Missatun, diberi nama seperti nama anaknya itu.

Tika, anak ketuju dari delapan bersaudara (Tika dan akan ke-6 kembar, keduanya laki-laki) sampai saat ini tak mau membuat KTP karena merasa statusnya waria. Pemerintah tak pernah mendukung, katanya.

Dosen Psikologi Universitas Gadjah Mada Ira Paramastri, pembicara dalam acara itu, mengatakan, adanya LGBT dalam masyarakat tak bisa dihindari. "Tapi kita ya jangan meminggirkan mereka. Mereka bisa membaur, bekerja, berguna," ujarnya.

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com