Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Jangan Anggap Enteng Alergi

Kompas.com - 12/06/2009, 20:59 WIB

Di Indonesia, angka kejadian alergi pada anak Indonesia belum banyak diteliti. Dari penelitian di Kelurahan Utan Kayu, Jakarta Pusat, ternyata 25,5 persen anak menderita alergi, antara lain gejala alergi pada hidung dan kulit. Dari hasil uji klinik pada 69 anak asma di Poli Alergi-Imunologi Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM, ternyata 45,31 persen di antaranya alergi terhadap kepiting, 37,53 persen alergi terhadap udang kecil, dan 26,56 persen alergi terhadap coklat.    

"Jangan anggap enteng alergi pada anak karena berisiko terhadap tumbuh kembang anak," kata Zakiudin Munasir. Gejala yang sering terlihat adalah muntah, diare berlanjut yang kadang disertai darah, dermatitis atopik seperti bintik-bintik merah dan gatal, gangguan pernapasan berupa batuk berulang dan asma.

Sebagian besar mengenai saluran cerna karena kontak yang pertama kali dan ditandai bengkak dan gatal di bibir sampai lidah dan orofarings, nyeri dan kejang perut, muntah sampai dengan derajat berat dengan tinja berdarah. Bila alergen makanan lolos dari saluran cerna, gejala alergi di organ-organ seperti kulit ( dermatitis atopik, urtikaria), hidung (rinitis), mata (konjungtivitis), saluran pernapasan (asma), susunan saraf pusat (sakit kepala), atau gejala sistemik yang fatal misalnya syok anafilaksis.

Namun alergi sering sulit didiagnosis karena terjadi reaktivitas silang antar makanan. misalnya kacang tanah dengan kacang ked elai yang punya epitop sama meski memiliki protein berbeda. Selain itu, adanya alergi terhadap bahan adiktif atau bahan lain yang terkandung dalam makanan itu seperti bumbu dan pengawet. Untuk memastikan adanya alergi, bisa dilakukan tes alergi, ujar Zakiudin.  

Bersifat genetik

Seseorang bisa menderita alergi bila salah satu atau kedua orangtuanya memiliki riwayat alergi. Kemungkinan alergi lebih besar bila yang mempunyai riwayat alergi adalah ibu atau kedua orangtuanya. Hal ini menunjukkan alergi bersifat genetik. "Jenis alergi tidak selalu sama dengan orang tuanya," ujarnya.

Reaksi alergi juga bisa dipicu oleh faktor lingkungan yaitu alergen, infeksi, polusi, dan aktivitas fisik berlebihan. Pada janin, bayi, dan anak-anak, pencetus alergi adalah orangtua dan orang sekitar, makanan, obat-obatan, dan lingkungan. "Makanan yang bisa memicu alergi terutama susu sapi, ikan laut, telur, d an kacang tanah," kata Zakiudin menambahkan.

Risiko mengalami alergi pada anak juga meningkat jika ibunya merokok saat hamil dan menyusui, diet dengan mengonsumsi makanan alergen. Anak-anak juga berisiko mengalami alergi bila tidak mendapat ASI atau memperoleh ASI dalam waktu singkat. S aat ini banyak ibu bekerja sehingga tidak bisa menyusui secara penuh. Jadi, bayi lalu minum susu formula. Pada anak yang berbakat alergi, susu formula berbahan dasar susu sapi bisa jadi pencetus alergi, ujarnya.

Sebenarnya reaksi alergi bisa dicegah dengan menghindari pencetus alergi yaitu mengganti makanan sumber alergen dengan makanan dengan nilai gizi sama untuk mencegah malnutrisi. Umumnya alergi makanan pada anak akan menghilang dalam jangka waktu tertentu. Risiko alergi akan berkurang dengan pemberian ASI secara eksklusif selama enam bulan atau lebih karena ASI mengandung zat gizi lengkap, termasuk probiotik dan protein hypo allergenik, kata Zakiudin.

Bagi bayi yang telah berusia enam bulan ke atas bisa diberi makanan pengganti ASI dan susu formula. Tentunya susu yang diberikan dengan formula susu sapi yang sudah diproses. Susu hipoalergenik diberikan untuk mencegah terjadinya alergi pada bayi yang memang memiliki bakat alergi. Adapun susu formula non alergenik diberikan untuk bayi yang sudah alergi susu sapi.  

Alergi juga bisa dicegah dengan menghindari asap rokok pada ibu hamil dan menyusui, ujarnya. Pengobatan diberikan dengan obat-obatan antihistamin H1 dan H2. Adapun imunoterapi bagi bayi penderita alergi masih belum ada studi yang memadai untuk membuktikan hasilnya. Dengan pencegahan dan pengobatan yang tepat, anak penderita alergi bisa tumbuh kembang secara optimal.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com