Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Bisnis Sulaman Tas Tangan

Kompas.com - 10/03/2010, 12:52 WIB

Toko suvenir di Istana Negara
Bisnis sulaman Endang yang diberi nama Rumah Sulam Rachmy kian berkembang pesat. Terlebih setelah tahun 2006 ia memasukkan sejumlah kreasi sulamannya ke sejumlah toko ternama. Sebut saja toko Danarhadi, Martha Tilaar, Allure Batik, Chic Mart, hingga toko suvenir dan cinderamata Istana Negara RI. Khusus pesanan Istana Negara tidak dijual bebas.

Bahkan ia kerapkali dipercaya oleh ibu Hassan Wirajuda dan ibu Jusuf Kalla untuk membuatkan pesanan khusus bagi tamu negara. Terakhir ia mengikuti bazar dan pameran di Jepang bersama Yayasan Sulam Indonesia yang diketuai ibu Jero Wacik.

Ia mengawali kiprah penjualan ke pangsa pasar luas saat ia berkenalan dengan Ibu Wiwoho, penanggung jawab bagian barang di Danarhadi. Setelah lewat pemberitaan di media cetak dan elektronik, ia diminta untuk mengisi koleksi tas di sana.

Sedangkan untuk bisa masuk ke Istana Negara ia mengaku awalnya kenal dengan istri dari wakil duta besar Indonesia di Singapura. ''Setelah itu suaminya, Kemal Munawar, diangkat menjadi kepala rumah tangga Istana Negara. Jadilah saya diminta untuk mengisi toko suvenir dan cinderamata di sana,'' ungkapnya.

Allure juga sempat memintanya untuk mengisi koleksi tas mereka di Kemang. Perkenalannya dengan Djaka dari Allure dalam pameran INA CRAFT 2006 membuahkan kepercayaan untuk bekerjasama. ''Saya rajin ikut pameran INA CRAFT, caranya saya mendaftar lewat kantor UKM Jakarta Barat agar merek saya didaftarkan untuk pameran,'' katanya.

Sementara itu untuk menembus jalur hingga ke Jepang ia mengaku memiliki sepupu yang merupakan bendahara di Dekranas (Dewan Kerajinan Nasional). Endang akhirnya dikenalkan pada Ibu Jero Wacik yang merupakan salah satu pengurusnya. Dekranas yang bernaung di bawah Departemen Pariwisata dan Kebudayaan mengajaknya untuk ikut pameran ke Jepang awal Februari 2010.

Mengurangi pesanan
Sejak tahun 2006 hingga awal 2009 pesanan tas sulamnya makin membludak. Saat itu memiliki 17 pekerja yang bertugas membordir dan juga menyulam. Ia sempat kewalahan dan tidak memiliki waktu bermain dengan empat orang cucunya.

''Saat itu kegiatan saya bukan hanya memenuhi pesanan. Saya juga dipanggil untuk mengajar TKW di Singapura, guru-guru SMK di Jakarta, sekolah-sekolah, atau lewat departemen dan instansi pemerintah,'' jelasnya. Bahkan ia juga menelurkan dua buah buku tentang sulaman di tengah-tengah kesibukannya itu.

Endang akhirnya berpikir untuk tetap bisa membagi waktu dengan keluarga sambil meneruskan usahanya. Awal tahun 2009 ia memutuskan untuk menghentikan beberapa kerjasamanya. ''Saya membuka butik dan workshop di rumah sambil juga memenuhi panggilan mengajar,'' tegasnya.

Ia mengajar ibu-ibu Darmawanita dan TKW yang dikarantina di Singapura, workshop di Bali bersama Samuel Wattimena dan istri wakil gubernur Bali, Ibu Bintang, mengajar sulaman pada anak-anak dhuafa di Joglo, dan lainnya.

Meskipun saat ini hanya menjalani usaha sulaman, namun orderan tidak pernah putus. Ia memperkerjakan 6 orang pembuat bordir dan tas, juga 3 orang penyulam tangan. Dalam satu bulan ia bisa menghasilkan puluhan tas sulam. Omzet yang diraihnya berkisar Rp 10-30 juta.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com