Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sidang Melawan Lupa

Kompas.com - 07/04/2010, 08:54 WIB

Oleh Ahmad Arif

KOMPAS.com - Perkara suap dalam pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia Miranda Swaray Goeltom membentur pintu tergembok. Saksi yang memegang kunci pintu itu mengaku sakit lupa berat dan mangkir dari panggilan pengadilan. Akibatnya, cukong pemberi cek perjalanan senilai Rp 24 miliar kepada puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 1999-2004 pun masih gelap sosoknya.

Dua kali surat panggilan dari Pengadilan Khusus Tindak Pidana Korupsi terhadap Nunun Nurbaeti Daradjatun, pengusaha, untuk bersaksi dalam perkara yang melibatkan puluhan anggota Dewan Perwakilan Rakyat periode 2004-2009 itu tak dipenuhi. Surat dokter yang dikirim ke pengadilan menyebutkan, istri mantan Wakil Kepala Polri Komisaris Jenderal (Purn) Adang Daradjatun itu mengalami kombinasi sakit lupa berat, migrain, dan vertigo.

Berdasarkan kamus saku kedokteran Dorland, 1998, sakit lupa berat atau dementia adalah sindrom mental organik yang ditandai dengan hilangnya kemampuan intelektual secara menyeluruh yang mencakup gangguan mengingat, penilaian, dan pemikiran abstrak. Penyakit ini biasanya diderita orang tua atau dalam bahasa Jawa sering disebut pikun.

Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) ngotot untuk menghadirkan Nunun. Dia dianggap kunci dalam kasus ini, terutama untuk membongkar siapa cukong penyandang dana cek perjalanan itu. Sejauh ini, sidang baru mengungkap sosok penyalur dan penerima suap.

Ahmad Hakim Safari MJ alias Arie Malangjudo, dalam kesaksiannya, menyebutkan, dia memberikan cek perjalanan kepada anggota DPR atas perintah atasannya, Nunun Nurbaeti. Arie adalah mantan Direktur Utama PT Wahana Esa Sejati, perusahaan yang dimiliki Nunun.

Arie menjelaskan, pada 7 Juni 2004, atau sehari sebelum pemilihan Deputi Gubernur Senior BI, ia diminta menemui Nunun di kantornya di Jalan Riau Nomor 17, Menteng, Jakarta. Di sana, Nunun ditemani seseorang, yang kemudian dikenalkan sebagai anggota DPR. ”Nunun meminta tolong untuk menyampaikan tanda terima kasih kepada DPR,” katanya.

Awalnya, Arie mengaku menolak. ”Lalu saya bilang, kenapa mesti saya. Dia (Nunun) bilang, ini untuk anggota Dewan, masak OB (office boy)? Bapak pasif saja, nanti akan diatur anggota DPR ini. Intinya saya tidak bisa menolak,” katanya.

Saksi lainnya, Kepala Seksi Travel Check BII Pusat Krisna Pribadi menyebutkan, cek perjalanan itu dibeli dari BII oleh PT First Mujur Plantation and Industry melalui Bank Artha Graha. ”Cek perjalanan diserahkan kepada Ibu Tutur, selaku teller di sana (Bank Artha Graha) dalam kondisi blank (kosong). Tutur meminta waktu sekitar dua menit dan kembali membawa persetujuan yang ditandatangani atas nama PT First Mujur Plantation and Industry. Tanda tangannya tanpa nama,” ujarnya.

Tutur, yang dihadirkan ke sidang, mengatakan tak tahu siapa sosok yang menandatangani pembelian cek perjalanan itu. Sosok penyandang dana cek ini pun tetap misteri.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com