Oleh EDY S KOTTO
Kisruh penarikan mi instan produksi salah satu perusahaan Indonesia di Taiwan terjadi karena negara tersebut mempersoalkan zat pengawet yang salah satunya bernama nipagin atau methyl p-hydroxybenzoate. Kisruh ini juga sempat menjadi wacana luas di masyarakat Jawa Timur.
Padahal, Codex Alimentarius Commission (CAC), badan yang didirikan Organisasi Pangan dan Pertanian (FAO) dan Badan Kesehatan Dunia (WHO) untuk mengatur standar pangan, telah memperbolehkan pemakaian zat pengawet ini dalam batas-batas tertentu. Tentunya, tidak semua masyarakat awam di Jatim mengetahui secara jelas duduk persoalannya.
Lebih lanjut, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM),
Pernyataan aman dari BPOM tersebut tentunya melegakan kita semua karena memang masih dalam batas kendali. Namun, yang perlu dipahami oleh masyarakat Jatim adalah perlunya pemahaman dan kesadaran akan bahan pangan aman itu seperti apa. Masyarakat diharapkan bisa lebih kritis dan hati-hati sebelum mengonsumsi pangan olahan, bukan hanya karena ada kisruh mi instan saja.
Yang sering menjadi perta-
Di antara bahan tambahan pangan umum yang perlu diketa-
Jenis lain, yaitu pewarna buatan seperti pewarna kuning (sunset yellow), pewarna biru
Selain pengetahuan akan bahan pangan, masyarakat Jatim juga harus mengetahui akan bahaya – bahaya lainnya, seperti bahaya dari aspek biologi, kimia, dan fisik. Secara ilmiah, mamin dianggap masih layak dan aman untuk dikonsumsi jika mamin tersebut tidak mengandung bahaya terhadap kesehatan manusia.
Bahaya-bahaya ini dapat dikategorikan menjadi tiga, yaitu pertama disebut bahaya biologi (biologycal hazard), kedua bahaya kimia (chemical hazard) serta ketiga bahaya fisik (physical hazard).