Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Rahasia Pecel Boeyatin

Kompas.com - 17/11/2010, 15:33 WIB

Sapto (32), salah satu pelanggan tetap Warung Pecel Ponorogo Boeyatin, mengaku tidak ingat benar kapan ia pertama kali makan di warung itu. Sejak belum bekerja sampai sekarang sudah memperoleh pekerjaan tetap, ia rutin makan siang di Boeyatin. ”Memang tidak setiap hari, tetapi paling tidak seminggu dua kali makan di sini. Suasananya enak,” kata Sapto.

Menurut Boeyatin, secara rutin staf rumah tangga Gubernur Jawa Timur Soekarwo membeli 15 porsi pecel saban hari Jumat. Soekarwo sendiri orang Madiun, salah satu kota yang juga terkenal karena pecel. ”Tidak tahu mengapa beliau suka pecel ponorogo,” kata Boeyatin.

Sejak menempati garasi rumah di Jalan Ketabang Kali 51, Surabaya, tataan warung pecel ini tidak pernah berubah. Boeyatin meletakkan nasi, bumbu, sayuran, dan lauk-pauk, seperti ayam goreng, empal, otak, tahu dan tempe bacem, perkedel, serta tahu dan tempe goreng, di atas meja. Lauk itu masih ditambah sate ayam dan kerang.

Setelah seorang karyawan bertanya, apakah mau pedas atau tidak, dan kemudian menyajikannya, seorang pembeli secara bebas mengambil lauk yang diinginkan. Bahkan, pembeli bisa minta tambah nasi, sayuran, atau bumbu.

Cara penyajian seperti itulah yang membuat pembeli seperti Vivi merasa betah makan di sini. Pembeli bisa bebas menambah nasi atau lauk. Ini pula yang menyebabkan Boeyatin tetap menyebut tempatnya sebagai warung. ”Sudah biar saja segini, namanya juga warung,” ujar Boeyatin ketika ditanya soal pengembangan warungnya pada kemudian hari.

Dalam kondisi sekarang, Warung Pecel Ponorogo Boeyatin mempekerjakan 20 karyawan. Sebagian besar karyawan itu ia boyong dari Ponorogo, Jawa Timur, yang tak lain adalah para tetangga Boeyatin. Dalam sehari, dengan harga seporsi pecel Rp 9.000 plus lauk-pauk antara Rp 1.000 dan Rp 8.000 per potong, warung Boeyatin setidaknya menghasilkan antara Rp 3,5 juta dan Rp 4 juta sehari. ”Tidak ingat berapa porsi setiap hari, yang jelas kami habiskan 20 kilogram kacang, 40 kilogram beras, dan 8 kilogram cabai,” tutur Boeyatin.

Warung yang menampung sekitar 70 konsumen ini mengalami saat-saat padat saat makan siang. Terkadang pengunjung harus rela antre untuk mendapatkan tempat duduk. Itu membuktikan, jenis masakan rakyat, seperti pecel, jika diracik dalam bumbu yang khas, bisa pula menembus selera lidah kaum ”priayi”.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com