Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yeane Keet: Dari SPG Menjadi Direktur

Kompas.com - 21/03/2011, 09:57 WIB

KOMPAS.com - Yeane Keet (35) dulu adalah pramuniaga, ”sales promotion girl”. Ia menawarkan produk ke pasar-pasar. Kini ia adalah pemimpin di perusahaan.

Kami bertemu Yeane di sebuah restoran di sebuah apartemen mewah di kawasan selatan Jakarta. Di sanalah, bersama suami dan kedua putranya, Yeane tinggal. Rabu (23/2/2011) siang itu, dia menyempatkan diri bertemu kami sebelum beraktivitas di kantornya di kawasan Pluit, Jakarta Utara.

Sebelum menjadi seperti sekarang ini, dengan jabatannya sebagai Sales and Marketing Director PT Denpoo Mandiri Indonesia serta pengurus Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) dan Kamar Dagang Indonesia (Kadin), Yeane sudah hidup dalam keluarga yang tak kekurangan. Ayahnya, Lim Tjen Hong, adalah pendiri perusahaan yang memproduksi barang elektronik kebutuhan rumah tangga tahun 1994.

Pada awal didirikan, Denpoo yang fokus memproduksi mesin cuci mendapat bantuan dari teknisi Korea. Seusai krisis ekonomi 1998 di Indonesia, barulah perusahaan ini mandiri dan memiliki pabrik sendiri.

Meski demikian, Yeane bukanlah putri seorang pengusaha yang mendapat limpahan kekuasaan dari sang ayah dengan begitu saja. Sejak usia 16 tahun, anak pertama dari tiga bersaudara ini sudah dipupuk ayahnya untuk bergelut di dunia bisnis. Di saat anak sekolah lain menikmati liburan, Yeane dilatih bekerja di bagian kasir dan administrasi di kantor ayahnya.

Seusai kuliah di California, Amerika Serikat, dan kembali ke Indonesia tahun 1995, perjalanan Yeane di dunia kerja dimulai. Dia memilih mencari pengalaman kerja terlebih dulu di tempat lain, bukan di tempat ayahnya. ”Karena saya pikir, kalau langsung masuk bekerja di perusahaan ayah, saya akan mendapat perlakuan istimewa,” kata Yeane mengemukakan alasannya.

Pingsan di pasar
Meski lulusan dari luar negeri, Yeane menapaki dunia kerja dengan menjadi asisten di Grup Sinar Mas. Pekerjaannya menyediakan kopi untuk atasan dan memfotokopi dokumen. ”Saat itu tujuan saya memang mencari pengalaman karena saya tidak mengerti bagaimana bekerja di sebuah perusahaan besar. Saya masih fresh graduate,” kata Yeane.

Setelah itu, Yeane menjadi asisten manajer pemasaran. Setiap kali diberi tugas memfotokopi dokumen, dia memanfaatkan kesempatan tersebut untuk membacanya. ”Dari situ, lama-kelamaan saya belajar. Karena tugas saya memfotokopi dokumen, fotokopiannya saya baca sebelum bos kembali ke kantor. Dari situ, saya jadi tahu tentang promosi anggaran, konsep menyelenggarakan acara, dan lain-lain,” tutur Yeane.

Ilmu dari fotokopian dokumen ini kemudian membawanya menapaki jenjang karier sebagai asisten manajer, manajer, dan terakhir sebagai asisten general manager. Setahun kemudian, ia keluar dari perusahaan tersebut.

Perjalanan karier dari nol juga dijalani Yeane yang kuliah di bidang sumber daya manusia ini ketika diminta ayahnya bergabung di Denpoo, tahun 2000. Semua bidang dicoba dijalani, termasuk menjadi sales promotion girl yang tugasnya menawarkan produk ke pasar swalayan, toko elektronik, dan pasar tradisional. Pekerjaan yang dijalani selama setahun ini sempat membuat Yeane pingsan di Harco Mangga Dua karena kepanasan.

”Kalau saya tidak memulai dari bawah dan mencoba semua bidang, saya tidak akan tahu isi perusahaan dan keluh-kesah anak buah. Respek dari karyawan akan berbeda kalau saya langsung mendapat jabatan. Dan yang penting, pengalaman memulai dari bawah membuat saya belajar rendah hati,” kata Yeane.

Tegas, mandiri
Pembelajaran rendah hati itu kemudian diterapkan Yeane dalam menjalankan perannya sebagai pemimpin sekarang. Dia mencari potensi anak buah dengan membiarkan mereka belajar membuat keputusan. ”Meski keputusan tersebut pada akhirnya salah, setidaknya mereka sudah mencoba. Bagi saya, karyawan juga punya kesempatan untuk menggantikan posisi atasannya,” katanya.

Yeane juga selalu membuka pintunya untuk para karyawan di tingkat bawah untuk menjaga rasa kekeluargaan di lingkungan perusahaan. ”Karena saya memulai karier di posisi mereka. Jadi, saya harus mendengarkan posisi mereka,” kata Yeane yang hingga sekarang masih memantau perkembangan produk ke pasar.

Ketika diminta menelaah faktor yang menjadi kunci sukses, Yeane menyebut berkat didikan tegas sang ayah. Sebelum memasuki dunia kerja, Yeane sudah belajar mandiri ketika bersekolah di Singapura pada usia 11-15 tahun, tanpa didampingi keluarga.

Entah kebetulan atau tidak, sikap mandiri Yeane ini menurun pada anak pertamanya, Louise Keet (14), yang memilih untuk bersekolah di Perth, Australia, sejak awal tahun ini. ”Dia, sih, senang-senang saja saat berangkat ke Perth, padahal saya sampai nangis-nangis. Tetapi di sisi lain, saya juga senang dia berpikir untuk belajar hidup mandiri,” kata Yeane.

Bangga pakai batik murah
Ini batik yang dibeli dari ITC Permata Hijau, lho, harganya hanya Rp 75.000,” kata Yeane, memamerkan gaun terusan batik selutut berwarna coklat kekuningan yang dipakainya.

Yeane memang mencintai produk Indonesia. Koleksinya adalah busana batik, mulai yang dibeli di mal sampai di pasar. Dia akan bangga bercerita bahwa batik yang dipakainya dibeli di pasar dengan harga Rp 100.000 ke bawah. Apalagi, kalau ada sesama pengusaha kelas atas atau pejabat yang bertanya tentang batik yang dipakainya.

Suatu kali, misalnya, Yeane hadir di acara Kadin dengan memakai batik yang dipadukan dengan jaket. Penampilannya ini kemudian memancing perhatian orang lain.

”Saya ditanya, beli batiknya di mana. Saya jawab, ada yang beli di pasar di Depok, ada juga yang di Bekasi. Harganya juga tidak terlalu mahal, hanya sekitar Rp 100.000. Bahkan, ada juga yang Rp 40.000,” tutur Yeane.

Tidak gengsi bercerita tentang batiknya yang murah? ”Gengsi? No. Saya bangga produk usaha kecil menengah bisa saya pakai,” kata Yeane, yang mengumpulkan koleksi batik ketika berbelanja di sejumlah kota di sela perjalanan tugas.

Bagi Yeane, harga yang mahal tidak menjadi jaminan seseorang bisa tampil lebih menarik. ”Yang penting, kan, tinggal mix and match saja dengan aksesori. It’s about styling,” katanya.

Saking cintanya dengan produk Indonesia, setiap kali melakukan perjalanan ke luar negeri, Yeane bahkan selalu membeli produk Indonesia untuk dirinya sendiri dan juga untuk oleh-oleh. Padahal, berbelanja di luar negeri biasanya justru menjadi kesempatan seseorang untuk memborong barang bermerek internasional.

”Meski di luar negeri, saya tetap mendukung produksi Indonesia, dong. Jadi, kalau orang lain memborong buatan luar negeri saat berada di Eropa atau Amerika, saya justru sebaliknya,” ujar Yeane.

Selain mengoleksi batik, satu hal lagi yang menjadi hobi Yeane, yaitu menyelam. Ia menyukai keindahan alam bawah laut di Tulamben, Bunaken, dan Maladewa. Baginya, berada di antara keindahan habitat bawah laut seperti tengah berada di dunia yang berbeda.

”Lagi pula, untuk menyelam, kita tidak usah bingung memilih baju seperti apa dan warna apa. Saya pikir, ikan-ikan di bawah sana tidak peduli dengan apa yang kita pakai dan mereka jauh lebih indah daripada kita,” kata Yeane.

(Yulia Sapthiani)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com