Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Miranti Dewi: Tak Berjodoh dengan Sekolah

Kompas.com - 03/04/2011, 10:05 WIB

KOMPAS.com - Titian karier Miranti tidak biasa bagi seseorang yang menyebut dirinya ”tidak sekolah”. Sejak 1996, ia berkarier di sektor keuangan, mulai dari staf pemasaran hingga Associate Director Danareksa Investment Management, lalu Senior Vice President Marketing di PT Optima Kharya Capital. Kini, ia memilih menjadi konsultan di PMA Investment Advisor Ltd yang berbasis di Hongkong.

”Jangan pernah memarahi aku karena enggak bisa bikin surat sendiri atau karena enggak bisa bahasa Inggris yang bener, tapi kalau aku dikasih target dan enggak bisa memenuhi, silakan memarahiku.” Begitu Miranti menegaskan komitmen kepada sang atasan ketika ia memulai pekerjaan.

Lebih tepatnya, Miranti bukan benar-benar tak bersekolah. Ia hanya tak pernah bertahan lebih dari dua semester di perguruan tinggi.

Bukan karena orangtuanya tak mampu membiayai pendidikan si bungsu dari tiga bersaudara ini. ”Keluargaku semua sekolah, malah sampai kuliah ke Amerika,” ujar putri pasangan Wawang S Soemadidjaja dan Imas ini.

Miranti merasa, sejak kecil ia memang ”tak berjodoh” dengan sekolah. ”Aku susah bangun pagi, malas sekolah, suka bolos, selalu telat. Kalau di sekolah pun lebih banyak main,” tuturnya.

Meski begitu, ia punya dua bakat alami yang terpupuk sejak kanak-kanak: bergaul dan berjualan. Mulai dari menjual ikat rambut di bangku SD hingga selimut dari kain perca buatannya sendiri di SMA. Mengantongi uang jerih payah sendiri dan mempunyai sebanyak mungkin teman adalah kebanggaan Miranti.

Pada usia 21 tahun, Miranti menikah. ”Pengin nikah muda. Masih naif banget, kupikir nikah itu indah aja,” ujarnya.

Setelah menikah, ia sempat bekerja sebagai agen penjualan produk asuransi. Setahun bekerja, Miranti meraih kinerja terbaik di antara sesama agen seangkatannya. Namun, sang ayah yang belakangan tahu putrinya melakoni pekerjaan itu memintanya berhenti.

”Mungkin karena ayahku enggak tega karena dia paham banget susahnya jualan itu. Mungkin juga malu karena waktu itu ayahku direktur di perusahaan asuransi lain,” ujar perempuan berdarah Sunda ini.

Sang ayah pula yang kemudian ”menitipkan” ia bekerja di perusahaan sekuritas milik seorang teman. Namun, bukan berarti karier Miranti dimulai dengan mulus.

Tantangan pertama, ia harus melawan kemalasan mempelajari produk-produk keuangan yang mesti ia jual. Ternyata, kinerja yang baik segera membuatnya bisa menggaet klien dari kalangan badan usaha milik negara, asuransi, dan dana pensiun.

Namun, tantangan lebih berat adalah melawan pandangan negatif bahwa ia hanya mengandalkan penampilan menarik untuk menggaet klien. Apalagi, sementara ia nyaris tak kuliah, rekan-rekan sejawatnya di perusahaan itu berbekal ijazah pendidikan tinggi dalam dan luar negeri.

Miranti pun kemudian sengaja menggaet klien-klien perusahaan yang dipimpin perempuan. Dengan ketat, ia juga menerapkan kode etiknya sendiri ketika berhadapan dengan klien.

”Aku berpenampilan rapi dan tertutup kalau bertemu klien, biasanya celana panjang, bukan rok pendek. Harus ada pendekatan pula supaya klien tidak genit, misalnya dengan lebih dulu tukar cerita tentang anak,” ujar ibunda Alva (16) dan Daffa (9) ini.

Urusan dengan klien juga diselesaikan Miranti pada jam kerja, tanpa agenda ”ekstra” seperti makan malam, berkaraoke, atau sejenisnya.

Meski biasa bangun siang, ia selalu tepat waktu dalam perjanjian dengan klien, sepagi apa pun. Modal terpentingnya adalah ketelatenan dan keluwesan bergaul. ”Aku bisa berteman sama baiknya dengan satpam, waitress, atau pemilik perusahaan,” ujar Miranti.

Ia juga mencatat ”rekor” mendatangi klien hanya untuk ngobrol tanpa membahas bisnis hingga enam bulan. ”Sampai klienku sendiri yang minta ditawari,” ujarnya sambil tertawa.

Selanjutnya, Miranti berpindah kerja ke perusahaan-perusahaan jasa keuangan lain, tanpa perlu rekomendasi. Kinerja dengan sendirinya selalu menciptakan kepercayaan dan peluang-peluang baru.

Energi keterpaksaan
Menurut Miranti, ia mendapat energi besar untuk bekerja keras dan melawan pandangan negatif karena keterpaksaan. Perceraian sembilan tahun lalu mendorongnya bekerja lebih keras demi membiayai kedua buah hatinya.

”Orang yang terpaksa bisa berbuat apa saja. Tetapi, aku memilih jalan yang baik dan halal, karena aku punya latar keluarga yang baik. Aku akan merasa berharga kalau punya achievement dalam bekerja,” ujarnya, kali ini dengan serius.

Perceraian diakui Miranti sebagai pengalaman pahit, tetapi yang ia rasakan sebagai pukulan terberat adalah penghinaan bahwa karena tak berpendidikan tinggi, ia memikat klien hanya karena cantik.

”Kesalahanku, dulu aku malas dan enggak sekolah. Itu membuat aku dihina. Karena aku enggak bisa komputer misalnya, itu juga menyusahkan aku sendiri. Jadi, apa yang terjadi padaku memang tidak perlu ditiru,” ujarnya.

Namun, di tengah tuntutan bekerja keras, dunia Miranti tak pernah kehilangan keriangan. Seusai jam kerja, ia mengganti baju kantor, berdandan, lalu menikmati pergaulan yang sama sekali tak berkaitan dengan klien di sektor keuangan. ”Aku suka clubbing dan orang-orang yang kutemui di dunia malam itu enggak ada hubungannya dengan klien,” kata Miranti.

Bermula dari kegemaran clubbing, Miranti sempat ikut mendirikan Elite Model Look Indonesia dan membintangi iklan sejumlah produk. Namun, ia memutuskan, itu bukan pilihan kariernya. ”Aku enggak sabar seharian shooting untuk tampil beberapa detik di iklan. Mending aku seharian jualan baju atau ngurus klien,” ujarnya.

Di samping berkarier di sektor keuangan, Miranti memang tak pernah berhenti memuaskan kesenangan—yang mendatangkan uang pula—untuk berdagang baju, sepatu, dan aksesori. Bekerja sama dengan Papillon Bali, kini ia pun menjual selop bermerek Miranti by Papillon Bali.

”Baju dan tas yang sedang aku pakai pun beberapa kali pernah dibeli teman-temanku. Ya sudah, pulanglah aku pakai tes keresek,” tutur Miranti dengan tawa berderai....

Miranti Dewi
Lahir: Surabaya, 16 April 1973
Pendidikan: Akademi Pariwisata Trisakti 1992-1993
Pengalaman kerja:
* Asuransi Tempo Life, agen penjualan, 1995-1996
* Tri Megah Sekuritas, staf pemasaran korporat, 1996-1998
* Elite Model Look Indonesia, share holder, 1998-1999
* Bahana Sekuritas, manajer divisi equity, 1999-2000
* Danareksa Investment Management, associate director, 2000-2005
* PT Optima Kharya Capital, senior VP marketing, 2005-2008
* Butik fashion, pemilik, 2008-2011
* PMA Investment Advisors Ltd Hongkong, konsultan, 2011-sekarang

(Nur Hidayati)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com