Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Telekonferensi Mudah dan Murah Lho, Pak

Kompas.com - 08/05/2011, 13:49 WIB

Berapa biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan perangkat telekonferensi ini?

"Kalau mau diadakan di setiap ruang komisi, anggarannya paling di bawah 100 juta (rupiah). Sudah bisa nyala dan bisa dipakai sampai kapan pun. Kalau mau dibikin murni kayak ruangan khusus, di-setting seperti meeting beneran, dengan banyak layar, saya pikir hanya beberapa ratus juta (rupiah). Di sini (Indonesia) ada kok dijual. Seperti perangkat yang digunakan Presiden Amerika Obama saat menyaksikan operasi terhadap Osama," papar Ruby.

Menurut dia, cara ini sebaiknya dijadikan pertimbangan oleh Dewan. Apalagi, jika data yang diperlukan bisa didapatkan tanpa harus melakukan kunjungan langsung. Ia meyakini, model telekonferensi sudah lazim digunakan di negara-negara maju yang kerap menjadi negara tujuan studi banding.

"Mungkin bisa dilakukan evaluasi terhadap kunjungan kerja selama ini. Misalnya, data seperti apa yang dibutuhkan, klasifikasinya apa. Apakah ada data klasifikasi rahasia yang bisa didapatkan kalau melakukan kunjungan kerja itu. Kalau hanya data umum yang bisa dijangkau dengan teknologi, pasti akan mengurangi ketidakproduktifan kunjungan kerja yang menghabiskan lebih besar uang negara," ujarnya.

Ruby menambahkan, data bersifat public services yang lazim diperoleh anggota Dewan dalam studi banding sesungguhnya juga bisa didapatkan secara online. "Karena, di negara-negara maju biasanya mereka sudah sistem online semua, entah itu perpustakaan atau sistem pelayanan. Saya pikir juga akan lebih cepat mendapatkan datanya. Bisa lewat e-mail juga. Proses komunikasi paling lima menit. Tidak menghabiskan waktu dan hemat uang rakyat," kata Ruby.

Rekomendasi PPIA

Sementara itu, Ketua Perhimpunan Pelajar Indonesia Australia (PPIA) M Subhan menegaskan, masukan yang disampaikan pihaknya murni untuk memberikan kontribusi guna meningkatkan efektivitas kerja Komisi VIII DPR. "Hal ini adalah bukti kepedulian kami terhadap Komisi VIII DPR dalam upaya tulus kami membantu mewujudkan tatanan pemerintahan yang lebih baik di Indonesia lewat organisasi kami di PPIA," kata Subhan dalam pernyataan persnya kepada Kompas.com.

Dalam evaluasi dan rekomendasinya, PPIA juga memberikan catatan bahwa sejumlah informasi yang didapatkan Dewan dengan melakukan pertemuan tatap muka sesungguhnya bisa diperoleh melalui situs yang bisa diakses publik. Salah satu contoh, pertemuan Tim Panja Komisi VIII terkait RUU Fakir Miskin Komisi VIII dengan Mr Stephen Kelly, Manager for Aged Care and International Programs, Department of Health and Services, dan Mr Peter Van Vliet, Assistant Secretary Multicultural Affairs Department of Immigration and Citizenship. Proses penyajian informasi yang dilakukan dengan cara paparan yang disampaikan secara verbal oleh penyaji, dengan metode presentasi Power Point, ceramah, maupun tanya jawab, dinilai tidak harus dilakukan di Australia.

"Terlebih lagi, sebagaimana tersaji dalam Lampiran 3, data yang diungkapkan oleh Mr Stephen Kelly dalam presentasinya, misalnya, dapat ditelusuri dari situs http://www.humanservices.gov.au/customer/ dan dapat dipelajari dengan baik oleh Komisi VIII DPR dari Indonesia," demikian evaluasi PPIA.

Dalam rekomendasinya, PPIA juga mengusulkan agar Dewan bisa mempertimbangkan cara yang lebih efektif dan murah, salah satunya dengan mendatangkan narasumber ke Indonesia. Selain itu, "Mengoptimalkan jalur komunikasi dan informasi elektronik yang formal yang dimiliki DPR RI (www.dpr.go.id) dan dapat dengan mudah diakses publik untuk menyampaikan publikasi hasil kunjungan kerja Komisi VIII DPR ke Australia," kata Subhan dalam rilis evaluasi dan rekomendasi.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com