Kepala Balai Konservasi Sumber Daya Alam Kalimantan Selatan Bambang Dahono Adji, Jumat (5/8), mengatakan, jumlah titik panas diperkirakan akan terus bertambah karena musim kemarau belum memuncak.
Dari hasil pengecekan ke lapangan, kata Bambang, titik panas—yang mampu ditangkap satelit setelah memiliki temperatur di atas 400 derajat celsius—itu umumnya disebabkan oleh aktivitas masyarakat. Warga membakar lahan untuk keperluan pertanian dan lainnya. Angka
Bambang meminta pihak terkait, terutama kepolisian, untuk menindak tegas masyarakat yang sengaja membakar lahan tanpa pengamanan memadai. Kurangnya pengamanan mengakibatkan api menjalar ke tempat lain.
Dinas Kehutanan Kalsel mencatat, titik panas terbanyak sejak Januari berada di Kabupaten Hulu Sungai Selatan sebanyak 93 buah, disusul Banjar (82), Tapin (68), dan Tanah Laut (49).
Kepala Dinas Kehutanan Kalsel Suhardi Atmoredjo mengatakan, kondisi ini sudah disampaikan kepada para pemangku kepentingan guna mengantisipasi terjadinya kebakaran lahan.
Kepala Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Dumai, Riau, Sriyanto mengungkapkan, lebih dari 95 persen kebakaran hutan dan lahan di wilayahnya disebabkan ulah manusia. Modus pembakaran umumnya adalah pembukaan lahan untuk kelapa sawit atau karet.
Pada akhir Juli, empat anggota kabinet, yakni Menteri Koordinator Kesejahteraan Rakyat Agung Laksono, Menteri Kehutanan Zulkifli Saleh, Menteri Pertanian Suswono, dan Menteri Lingkungan Hidup Gusti Muhammad Hatta, berkumpul di Pekanbaru, Riau, khusus membahas penanggulangan kabut asap di Riau. Namun, forum itu nyaris tidak menghasilkan solusi konkret kecuali setumpuk wacana.
Dekan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Bambang Hero Saharjo di Jakarta mengatakan, kabut asap disejumlah daerah akibat kebakaran hutan setiap tahun menunjukkan tidak adanya komitmen pemerintah mengatasi persoalan klasik. Dampak kesehatan dan ekonomi yang timbul harus ditanggung sendiri oleh masyarakat.