Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

RPP ASI Seharusnya Memuat Sanksi Tegas

Kompas.com - 06/08/2011, 07:12 WIB

JAKARTA, KOMPAS - Peraturan Pemerintah tentang Pemberian Air Susu Ibu Eksklusif harus menjamin setiap bayi untuk mendapatkan haknya. Namun, komitmen pemerintah dipertanyakan mengingat rancangan PP ini tidak memuat sanksi tegas bagi pihak yang menghalangi pemberian ASI.

Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Sudaryatmo mengatakan hal itu saat dihubungi, Jumat (5/8) di Jakarta. Dia merujuk pada sanksi yang termuat dalam Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) tentang Pemberian ASI Eksklusif bagian kelima tentang pengenaan sanksi penyelenggaraan pemberian ASI eksklusif.

Pada bagian itu disebutkan bahwa tenaga kesehatan, penyelenggara fasilitas kesehatan, dan produsen susu formula yang melanggar hak anak akan mendapat sanksi administratif berupa teguran lisan, teguran tertulis, penghentian kegiatan sementara dan/atau pencabutan izin.

”Sanksi ini lemah karena masih membuka peluang bagi pelanggaran hak anak. Kami menuntut negara untuk memberi sanksi pidana yang tegas. Jangan kalah oleh industri,” kata Sudaryatmo.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 200 menyatakan, setiap orang yang dengan sengaja menghalangi program pemberian ASI eksklusif akan dipidana penjara paling lama satu tahun dan denda paling banyak Rp 100 juta.

Sudaryatmo menyayangkan, RPP masih membuka peluang bagi produsen susu formula untuk membiayai penelitian kesehatan sebagaimana disebutkan dalam pasal 21. ”Penelitian akan menjadi bias karena didanai oleh industri,” katanya.

Konsultasi publik

Sudaryatmo berharap pemerintah membuka ruang untuk konsultasi publik. Hal ini diperlukan agar masyarakat mengetahui tentang hak-haknya. Masyarakat juga bisa memberikan saran apabila ada bagian dari RPP yang merugikan mereka.

Dalam pertemuan dengan pers di Kementerian Kesehatan, Jumat, Ketua Umum Sentra Laktasi Indonesia yang juga dokter spesialis anak, Utami Roesli, menambahkan, sanksi tegas diharapkan mampu meredam promosi produsen susu formula yang agresif hingga ke daerah.

”Yang terpenting adalah sanksi bagi pelanggaran kode etik pemasaran pengganti ASI,” kata dia.

Pasal 17 RPP menjabarkan larangan pemasaran dan promosi susu melalui potongan harga, pemberian contoh produk dan hadiah, iklan di media cetak dan elektronik, serta penyebaran brosur dan pamflet. Sayangnya, sanksi tegas atas pelanggaran ini tidak termuat di RPP.

Utami menyatakan, ASI sangat penting bagi bayi. Ia memaparkan data di Indonesia dari setiap 1.000 kelahiran hidup 46 anak balita meninggal karena tak mendapatkan ASI eksklusif selama 6 bulan pertama kelahirannya.

Direktur Bina Gizi Kementerian Kesehatan Minarto mengatakan, RPP ini diperkirakan rampung pada Agustus 2011. Setelah itu, akan disusun Peraturan Menteri Kesehatan yang dilanjutkan dengan pembentukan instrumen pemantauan pemberian ASI eksklusif secara nasional.

”Sanksi tegas sudah termuat di undang-undang. Setidaknya dengan berlakunya PP, ada panduan yang lebih jelas tentang pemberian ASI eksklusif bagi daerah- daerah,” ujarnya.

Sejauh ini, baru Provinsi Sulawesi Selatan dan Kabupaten Klaten yang memiliki peraturan daerah yang mengatur pemberian ASI eksklusif bagi bayi di wilayah tersebut selama enam bulan. (SIN)

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com