Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Carmelita Hartoto: Dari Sepatu ke Kapal

Kompas.com - 08/08/2011, 09:32 WIB

KOMPAS.com - Berbalut blus putih kasual, celana jins, dan sepatu wedges putih, Carmelita menepis anggapan bahwa ia memang telah jauh-jauh hari dipersiapkan menjadi ”putri mahkota” oleh mendiang sang ayah, Hartoto Hardikusomo. Ayahnya membangun Andika Group. Ini adalah perusahaan yang antara lain memiliki usaha pelayaran niaga batubara dan minyak bumi yang berdiri sejak 1972.

Pada 1994, Meme, panggilan Carmelita, telah merampungkan pendidikan pascasarjana bidang keuangan dan bekerja di sebuah perusahaan perdagangan di London, Inggris. Ia pulang ke Jakarta untuk berlibur dan mendapati ayahnya terkena serangan jantung.

”Ayah saya meninggal. Mendadak saya harus meneruskan posisinya di perusahaan karena saya anak paling tua dan partner ayah saya di perusahaan juga masih diwakili keluarga,” ujar sulung dari tiga perempuan bersaudara ini.

Ia tak merasa dipersiapkan untuk jabatan itu karena sang ayah menginginkan perusahaan ditangani kalangan profesional, bukan dikelola sebatas turun-temurun. ”Mungkin waktu itu ayah saya merasa ini dunia laki-laki. Jadi, saya mulai dengan belajar dari nol,” ujarnya.

Tahun 2002 ia mengambil langkah berisiko, melepaskan diri dari kemitraan. Pecah kongsi karena perbedaan visi itu membuat Andika Lines ”menyusut” dari 33 kapal yang sebelumnya dipunyai menjadi dua kapal. Kini, perusahaan yang sepenuhnya sudah dipunyai keluarga Hartoto ini memiliki sembilan kapal dan mengoperasikan 3 kapal lain dalam kemitraan.

”Ada perbedaan ”suasana” bekerja di perusahaan orang lain dan perusahaan milik sendiri,” kata Meme sambil tertawa, ”dulu saya disuruh atasan, sekarang disuruh anak buah.”

Lalu ia menambahkan, mengelola perusahaan di Indonesia adalah tantangan yang lebih berat daripada sekadar bekerja sebagai karyawan di London. Pengusaha di negeri ini juga dituntut memahami cara kerja birokrasi dan berkiprah dalam aturan main yang tak selalu jelas.

Kisah pelabuhan
Menggeluti bisnis pelayaran, pergudangan, dan bongkar muat, membuat Meme mengakrabi kehidupan di pelabuhan. Pelabuhan kerap dicitrakan sebagai kawasan keras. Tentang itu, ia berkata, ”Kadang ada juga yang kasar, tetapi mereka enggak berani kurang ajar kok.”

Meski begitu, Meme menerapkan aturan buat dirinya sendiri: emosi hanya boleh muncul dalam kantor sendiri. ”Di luar sebisanya saya menahan emosi, kalau orang marah-marah, kasih senyum saja. Lama-lama mereka capek sendiri,” kata perempuan yang tak ingin tahun kelahirannya disebutkan ini.

Ia juga tak merasa perlu tampil gagah tiap kali ke pelabuhan. Kasihan kalau karyawan di pelabuhan enggak pernah melihat bos mereka tampil cantik dan keren, begitu kira-kira alasan Meme.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com