Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Mangkutana, Tempat Singgah Turis Asing

Kompas.com - 17/03/2012, 10:50 WIB

Satu persatu sepeda kami seberangkan dengan penuh perjuangan. Pukul 18.00 kami lanjutkan perjalanan  ke Pendolo yang masih 19 km. Hujan deras turun. Badan letih, basah kedinginan, dan kelaparan. Tapi kami terus maju sampai ke Pendolo.

Pendolo

Jalan gelap gulita dan ribuan kunang-kunang menyambut kami di Pendolo, kota kecamatan di tepian Danau Poso. Pusat kota berupa persimpangan jalan. Arah jalan yang mengitari danau sama-sama menuju Tentena sepanjang 80 km.

Untuk pesepeda, jalur terbaik melalui jalan yang menyusuri tepian barat danau ata ke kiri. Selain lebih landai, sepi kendaraan,  ada beberapa titik untuk menikmati pemandangan danau dari ketinggian. Sedangkan jalur timur lebih jauh dan berbukit.

Bu Sherly, pemilik penginapan Victory di tepi danau mengatakan, sampai akhir tahun 2001, Pendolo sangat hidup. Pelabuhan kecil dekat rumah ramai oleh lalu lalang kapal membawa turis asing dari Tentena.

Turis lokal berdatangan menikmati danau dan masakan khas seperti ikan mas kuah asam dan sogili. Yang terakhir disebut adalah belut raksasa endemik danau yang beratnya bisa mencapai 11 kg per ekor. Masakan belut yang harganya mencapai Rp 90.000 per kg itu selain sedap, dipercaya bisa menurunkan kolesterol. Sayang, kami tak bisa mencicipi karena saat ini belum musim panen belut. Baru akhir April banyak belut di danau.

"Kalau naik kapal dari Tentena hanya dua jam. Banyak juga turis yang naik sepeda dari Mangkutana atau Tentena. Mereka kemari untuk berenang di danau," tuturnya.

Kerusuhan Poso 2001 menghancurkan semuanya. Warga Pendolo sempat mengungsi. Kehidupan mereka terampas. Banyak kapal dibakar dan akhirnya tidak ada lagi yang lalu lalang di danau, seiring dengan menghilangnya turis. Pelabuhan sepi dan suasana kota jadi lesu. Meski sebenarnya sebelum kerusuhan pun kapal sudah sepi penumpang dengan dibangunnya jalan alternatif mengelilingi danau.

Sejak lima tahun terakhir warga Pendolo berusaha bangkit.

"Sekarang sudah mulai ada lagi turis,meskipun belum seramai dulu. Sarana sudah mulai diperbaiki," tutur Fandy, warga yang membuka warung makan di pojok persimpangan.

Listrik di Pendolo hanya mengalir pukul 18.00 sampai 24.00. Lampu penerangan jalan belum ada. Angkutan umum ke Tentena melalui jalur barat hanya sekali sehari dengan tarif Rp 30.000. Dari jalur timur dua kali sehari dengan tarif sama. Begitu pula  sarana lain seperti wartel atau warnet juga belum  ada. Di tengah semua kesulitan itu, warga Pendolo tetap berusaha mengembalikan geliatnya sebagai tujuan wisata di tepi Danau Poso. (Max Agung Pribadi)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com