Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Lucia Kusumawardani: Melayani lewat Paduan Suara

Kompas.com - 20/04/2012, 11:52 WIB

Jalan hidup Dani selanjutnya seolah mengalir tanpa direncanakan, meskipun pada akhirnya selalu kembali ke pelayanan melalui paduan suara. "Saya nggak tahu, tapi jalannya selalu ke sana. Buktinya, saya nggak pernah tuh ditawarin pekerjaan selain di bidang ini. Saya juga nggak ngerti, dari awalnya hanya melatih di Caecilia, entah darimana orang tahu lalu meminta saya mengajar di tempat mereka. Setelah itu, saya terus melanglang buana di gereja-gereja," ujar perempuan kelahiran Jakarta, 22 Januari 1977 ini.

Sampai terbawa mimpi
Tidak semua orang bisa menjadi konduktor. Menurut Dani, modalnya adalah kesabaran, ketelatenan, musikalitas, telinga yang sensitif dalam mendengar bunyi-bunyian, serta kemampuan untuk mempengaruhi sejumlah orang untuk menghasilkan suara seperti yang dia inginkan. "Musikalitas, teknik melatih, dan sensitivitas bisa dipelajari, tetapi ada yang tidak dimiliki semua orang, yaitu energi, dan kharisma, agar semua orang mau memperhatikan kita," tukas Dani, yang dikenal tegas dan disiplin dalam mengajar.

Ia menemukan daya tarik tersendiri dalam dunia paduan suara. Bekerja sama dengan orang-orang dari berbagai latar belakang membuahkan pengalaman hebat buatnya. Setiap kelompok paduan suara memiliki kultur yang berbeda. Koor yang anggotanya mayoritas perempuan tentu berbeda dengan koor mahasiswa. Ia banyak belajar bagaimana menghadapi orang dengan karakter dan latar belakang sosial yang berbeda-beda, dan belajar mengenai pelayanan.

"Saya belajar untuk menerima mereka apa adanya. Di tengah kesibukan dan keterbatasan mereka, mereka masih mau bersatu untuk menyanyi untuk Tuhan. Itu yang menarik buat saya," katanya.

Kepuasan yang dirasakannya adalah ketika sebuah kelompok paduan suara yang semula "tidak bisa nyanyi", akhirnya bisa menyanyi dengan lebih baik. Atau ketika satu kelompok paduan suara mampu "menaklukkan" sebuah lagu yang sulit, dan menampilkannya dengan indah. Ia menggambarkan pengalamannya seperti seorang guru yang berhasil membuat muridnya dari semula tidak mengerti menjadi mengerti.

Tetapi jangan ditanya bagaimana proses membuat orang bisa menyanyi dengan teknik yang baik. Hal ini diakuinya kerap menimbulkan stres, bahkan frustrasi. Koor yang mayoritas anggotanya terdiri atas karyawan, sering tidak hadir lengkap saat latihan. Kondisi ini dinilainya bisa menghambat kemajuan paduan suara. Sementara kelompok koor yang semula tidak mempunyai pelatih, artinya harus dilatih mulai dari nol. Tugas ini tergolong berat, karena pelatih harus bisa menantang mereka untuk berlatih secara intens.

Ketika melatih koor mahasiswa untuk mengikuti lomba paduan suara, tidak hanya rasa lelah yang dirasakannya karena harus berlatih setiap hari. "Bahkan dalam tidur pun sering terbawa mimpi, karena saya terus memikirkan besok harus melakukan apa supaya mereka bisa lebih baik," katanya terkekeh.

Di bawah pimpinan Dani, PS Gita Swara Jaya sukses meraih sejumlah penghargaan. Dalam Pesparawi (Pesta Paduan Suara Gerejawi) di Salatiga tahun 2008, kelompok ini meraih Juara I kategori Musica Sacra, Gold Medal kategori Gospel/Negro Spiritual, dan Gold Medal kategori Folklore. Kini, Gita Swara tengah bersiap mengikuti Pesparawi di Ambon pada bulan Oktober 2012.

Masih ingin belajar
Menyimak kembali pengalaman hidupnya ke belakang, tak ada lagi yang dirasakan Dani kecuali bersyukur karena bisa memilih untuk mengejar passion-nya di bidang musik. Tidak sedikit pun muncul penyesalan karena tidak mengejar karier sesuai dengan latar belakang pendidikannya saat kuliah. Bila awalnya membenci paduan suara, kini bidang ini telah mendarah daging dalam dirinya.

"Ini memang passion-ku. Kalo bukan passion-ku, mungkin aku sudah mundur dari dulu. Keluarbiasaan yang aku rasakan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Keberhasilan mereka dalam konser, tugas, ataupun lomba, merupakan kebahagiaan yang luar biasa buatku. Melatih sebuah paduan suara itu tidak hanya membuat mereka bisa bernyanyi dengan baik, tapi juga mendidik mereka secara lahir dan batin. Berat memang, tapi menyenangkan. Aku sangat menikmatinya dan akan mendedikasikan diriku di bidang ini," tutur Dani.

Ia mengakui, sesekali memang merasakan kejenuhan. Tetapi ia punya obat yang ampuh untuk mengatasi rasa jenuh. Biasanya ia akan meliburkan diri selama seminggu, lalu jalan-jalan, ngopi sendirian atau bersama teman-temannya di kafe sambil membaca buku, atau hunting foto, hobi baru yang sedang dipelajarinya. Pendek kata, dalam seminggu ia akan "putus hubungan" dengan segala yang berkaitan dengan koor. Selepas itu, biasanya ia sudah merasa segar lagi.

Sekarang ini, Dani tengah bersiap untuk melepaskan tugasnya sebagai pelatih di PSSC karena kebutuhan untuk regenerasi. Rencananya ke depan saat ini adalah mempelajari musik dengan jenjang setara S1 di Jerman atau Hungaria. Belum lama ini, ia gagal melewati tahap seleksi untuk mengikuti suatu workshop di Jerman. "Masih banyak yang musti aku pelajari karena standar mereka sangat tinggi. Mungkin juga aku salah pilih jurusan, aku juga nggak tahu," katanya.

Di sekolah dengan jenjang pendidikan yang lebih tinggi, tentu akan lebih banyak ilmu yang didapatnya. Banyak yang harus dipelajarinya sebelum mampu membuat karya yang bagus. Belajar tidak mengenal batas umur, dan Dani bertekad untuk terus mengusahakan agar cita-citanya terwujud, sebagai bekalnya di masa depan.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Baca tentang
    Video rekomendasi
    Video lainnya


    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    komentar di artikel lainnya
    Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
    Close Ads
    Bagikan artikel ini melalui
    Oke
    Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com