Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karpet Merah untuk Korporasi

Kompas.com - 23/11/2012, 02:25 WIB

Oleh HERMAS E PRABOWO

Pembangunan pertanian pangan telah memasuki fase baru dengan titik tolak masuknya swasta/korporasi dalam budidaya padi. Pemerintah memberi peluang dan mendukung perusahaan-perusahaan untuk mendapatkan lahan produksi, terutama di luar Pulau Jawa dengan status hak guna usaha. Paket kebijakan sudah disiapkan, selain dalam bentuk UU juga Peraturan Pemerintah Nomor 18/2010 tentang Usaha Budidaya Tanaman.

Desain baru sistem pertanian pangan nasional ini perlahan tetapi pasti akan menggantikan sebagian peran petani dalam penyediaan beras nasional untuk memenuhi lebih dari 80 persen kebutuhan pangan rakyat Indonesia.

Sejak Republik Indonesia berdiri, petani menjadi tulang punggung produksi pangan, terutama padi, jagung, dan kedelai. Swasta memang mendukung penuh–tetapi di luar budidaya (on farm)–seperti di penyediaan sarana produksi, penggilingan, maupun perdagangannya.

Petani sendiri tidak pernah beranjak dari persoalan budidaya. Bagi petani, bercocok tanam seperti sudah menjadi takdir. Sekalipun mereka memiliki potensi besar untuk memberikan kontribusi penyediaan pangan di luar budidaya, jalan ke arah sana seperti buntu.

Rintisan pemerintah melalui kelembagaan pertanian tidak terlalu digarap secara sungguh-sungguh. Kelembagaan petani pun banyak yang tidak produktif menjadi episentrum peningkatan kesejahteraan petani. Sebaliknya acap kali menjadi kendaraan pribadi perorangan, kelompok, bahkan partai politik.

Karenanya petani selalu identik dengan bercocok tanam, dengan segala risiko tinggi yang menyertainya. Akibatnya, industri perbankan meninggalkannya.

Di tengah keterbatasan dalam penyediaan pangan nasional, reforma agraria yang diharapkan bisa menjadi solusi peningkatan kesejahteraan petani tidak kunjung direalisasikan. Belum lagi beban berat sektor pertanian yang harus menampung 39 juta tenaga kerja, yang menghidupi keluarganya.

Jangankan membagikan lahan baru kepada petani, sekadar mengusahakan lahan garapan saja pemerintah tidak juga mampu. Sekalipun gerakan revitalisasi pertanian sudah dilontarkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono sejak awal pemerintahannya.

Di tengah persoalan yang dihadapi petani tak kunjung teratasi, persoalan penyediaan pangan menjadi isu yang tidak pernah tuntas. Defisit produksi dan ketidaktepatan pengelolaan pangan selalu dijawab dengan mengimpor beras. Pekerjaan rumah besar dan mendasar dalam bentuk penghentian konversi lahan pertanian pangan ke nonpertanian juga tidak pernah dibereskan secara sungguh-sungguh.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com