Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Menyebarkan Kerajinan Indonesia dari Dallas

Kompas.com - 20/04/2013, 04:28 WIB

Dedi Muhtadi

Pada perhelatan Cruise Shipping Miami, pameran dan konferensi industri pelayaran terbesar di dunia, di Miami Beach Convention Center, Florida, Amerika Serikat, pertengahan Maret lalu, ada tiga serangkai pengusaha Indonesia yang aktif berpromosi. Mereka adalah kakak-beradik Juni Udayani Jaya, Made Gunarta Jaya, dan Wawa Lin Arjaya.

Ketiga bersaudara itu adalah direktur marketing pada Golden Anchor Ship Chandler atau Jangkar Emas Ship Chandler, perusahaan yang bergerak di bidang penyediaan kebutuhan kapal, termasuk kapal pesiar, di kawasan Benoa, Bali.

Perusahaan itu menyediakan berbagai kebutuhan kapal, terutama kapal pesiar, mulai dari makanan hingga keperluan pesta penyambutan, seperti janur kelapa.

Cruise Shipping Miami (CMS) merupakan pertemuan penting dunia yang dilaksanakan setiap tahun. Ini perhelatan besar bagi industri pelayaran. Pelaksanaan CMS tahun 2013 merupakan kegiatan yang ke-29 kalinya.

Selama ini, perhelatan itu menjadi ajang pertemuan industri operator kapal pesiar atau cruise line, pembeli internasional, dan pengambil keputusan dari seluruh dunia. Data CSM tahun 2012 menunjukkan, acara ini diikuti 11.327 peserta dari 121 negara dan wilayah. Ajang ini mengambil areal pameran di Miami Beach Convention Center.

Peserta pameran terdiri atas perusahaan berskala internasional untuk industri kapal pesiar, dengan 54,60 persen di antaranya adalah perusahaan atau instansi yang menjadi tujuan wisata. Sementara 18,16 persen adalah perusahaan peralatan kapal dan sisanya perusahaan yang bergerak di bidang operasi hotel, pelayanan kapal, dan teknologi.

”CMS cocok bagi pengusaha Indonesia untuk melakukan promosi. Di sini kita bisa memperoleh pembeli atau konsumen internasional yang potensial,” ujar Direktur Promosi Konvensi, Insentif, Event, dan Minat Khusus pada Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Rizki Handayani Mustafa, yang memimpin delegasi Indonesia di Miami.

Dari kaus sampai angklung

Juni, si sulung, tinggal di Bali. Wawa, si bungsu, tinggal di Jakarta, dan Made yang Juli 2013 nanti genap berusia 40 tahun sudah 13 tahun tinggal di Dallas City, Texas, Amerika Serikat. Lulusan bidang teknologi informasi dan komunikasi dari University of Dallas ini sejak tahun 2005 berjualan hasil kerajinan Indonesia, khususnya yang berasal dari Bali.

Produk yang dijual mulai dari baju barong, kaus bambu, giwang, bros, anting kayu, kerang, hingga produk berbahan baku tulang. Ada pula perhiasan perak, tas, kipas, gantungan kunci, dan udeng. Adapun kerajinan berbahan kayu, antara lain, berupa kalender kayu, patung, perabotan, tempelan kulkas, topeng, alat musik, gamelan bali, dan lukisan.

”Saya juga berjualan angklung dari Bandung dan Tasikmalaya,” ungkapnya.

Setiap tahun ia bisa menjual 5-6 kontainer hasil kerajinan senilai sekitar Rp 500 juta untuk setiap kontainer. Belakangan Made tak hanya mengisi kontainernya dengan produk kerajinan asal Bali, tetapi juga barang dari sejumlah daerah lain di Tanah Air.

Selain dipasarkan langsung melalui gerainya di Dallas, Made juga menjual barang dagangannya melalui daring. Dengan demikian, produk karya para perajin Indonesia bisa menyebar ke seluruh penjuru AS.

Namun, krisis ekonomi yang menimpa AS tahun 2008-2009 memengaruhi usahanya. Made mengaku mengalami penurunan omzet hingga 30-40 persen.

”Ketika itu, kami terpaksa menjual rugi barang-barang yang ada di Dallas agar peredaran uang tidak stagnan,” kata Made mengenang.

Pada 2009, defisit anggaran AS sekitar 1,2 triliun dollar AS. Defisit itu menggambarkan juga potensi turunnya penerimaan pajak karena telah terjadi resesi dan biaya sekitar 400 miliar dollar AS untuk menalangi industri finansial serta pengambilalihan perusahaan keuangan.

Seiring dengan menggeliatnya perekonomian AS mulai tahun 2010, situasi penjualan kerajinan Made pun bisa mulai bergulir kembali.

Namun, Made menambahkan, sejak saat itu produk kerajinan Indonesia pun terkena pajak. Alasannya, Indonesia dianggap sudah menjadi negara anggota G-20 akibat pertumbuhan ekonomi yang terus meningkat.

Sejak tahun 1999, Made sudah meninggalkan Indonesia. Lulusan Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya 1996/1997 ini lalu memperdalam bidang telekomunikasi di Beijing University, China, sebelum melanjutkan lagi ke University of Dallas, AS.

Menyewa

Setelah menyelesaikan pendidikan di Dallas, Made bekerja di CitiBank Dallas. Di sini dia menimba pengalaman bekerja pada perusahaan multinasional hingga tahun 2005.

Setelah itu, Made memutuskan untuk mulai merintis usaha mandiri. Pilihannya adalah menjual barang- barang kerajinan Indonesia. Alasannya, keluarga di Tanah Air bisa membantu dan produk yang dijual pun relatif tidak memiliki pesaing yang berarti.

Meski begitu, untuk menjalankan usaha tersebut, Made tetap harus bekerja keras. Dia bercerita, sebelum memiliki ruang pamer sendiri, dia harus menyewa ruangan untuk menyimpan dan menjajakan produk kerajinan itu.

”Di sini suasana American Dream benar-benar bisa memuluskan usaha kita asal kita sendiri mau bekerja keras. Pemerintah negara bagian biasanya mendukung usaha warganya yang memang bekerja sungguh-sungguh,” kata Made.

Bagi setiap individu yang kreatif, ada dukungan perizinan dan perbankan. Oleh karena itu, dalam tempo sekitar empat tahun kemudian, 2009, Made mampu membeli rumah lengkap dengan ruangan untuk menyimpan dan menjajakan produk kerajinan Indonesia.

Tak puas hanya menjajakan produk kerajinan Indonesia, pada 11-14 Maret lalu di Paviliun Indonesia di Miami Beach Convention Center, Juni dan Wawa pun membantu Made melayani berbagai pertanyaan pengunjung.

”Nanti, tahun depan, saya berencana membuat suvenir dengan logo CSM. Selama ini tak ada suvenir untuk pengunjung pameran. Padahal, setiap hari pengunjung CSM bisa lebih dari 10.000 orang,” ujar Made, melihat peluang pemasaran yang bisa dimasukinya.

Bagi sebagian orang, apa yang dilakukan Made mungkin dianggap ”sekadar” berjualan. Namun, setidaknya pilihan usahanya itu telah membuat produk kerajinan Indonesia dikenal masyarakat negeri ”Paman Sam”.

”Saya berusaha memberikan informasi selengkap mungkin tentang produk kerajinan kita biar konsumen pun memahami budaya dan menghargai kerajinan Indonesia,” katanya.

• Usia: 40 tahun • Pendidikan: - Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya, 1996/1997 - Beijing University, 1998 - University of Dallas, 2001 • Istri: Inggrid (38) • Anak: - Elvin (8) - Aubrey (6)

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com