Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Yungyung, Desainer Dunia yang Berguru dari Buku dan Pengalaman...

Kompas.com - 26/11/2017, 12:00 WIB
Kahfi Dirga Cahya

Penulis

Saat ide kreatif muncul, Yungyung bukan tipikal yang menunda pekerjaan. Dia mengaku akan langsung mengerjakan. Dia mengibaratkan, merancang sebuah desain bak sedang membubuhi tanda tangan.

“Kalau kamu tanda tangan aja deh, tiba-tiba eh berhenti, nyambung lagi enak enggak? Itulah jiwa."

"Itulah detik di mana saat kamu kerjakan itu dengan yang lain tidak akan sama. Itu feel. Itu yang aku bilang berikan jiwa dan nyawa pada apa yang kamu gambar dan kerjakan,” kata dia.

Oleh karena itu, saat bekerja, Yungyung kerap tak mengenal waktu. Selagi masih kuat, maka akan tetap diteruskan pekerjaannya.

Tak membatasi bahan

Soal bahan baku, Yungyung tak pernah menilai dari murah atau mahal. Tak sedikit karyanya berasal dari bahan-bahan yang bisa disebut anti-mainstream: Mulai dari ijuk, kertas hingga tali rafia.

Nah untuk tali rafia, karyanya pun tetap menawan dan berprestasi. Terbukti dengan membawa tiga piala dari kompetisi desain dunia World of WeareableArt (WOW), Wellington, Selandia Baru pada tahun 2017.

Dia menyisihkan 104 karya finalis dari 122 desainer yang berasal dari 13 negara untuk memperebutkan 37 piala.

Penghargaan pertama dari karyanya yang dinamakan Cosmos—meraih juara pertama unuk kategori Avant-Garde yang memenangi Section Award untuk karyanya, Cosmos.

Dua penghargaan lain untuk karyanya, Encapsulate—yakni juara pertama kategori Open yang memenangi Section Award dan juara umum yang memenangkan The Supreme WOW Award.

“Saya bebaskan lebih dalam lagi, lebih jauh lagi. Karena saya melepaskan diri saya menjadi lebih ke seni,” kata dia.

Dia pun berprinsip menarik tak selalu harus ramai, namun terlihat simpel pun bukan pekerjaan mudah. Simpel termasuk susah, karena harus licin, rapi, dan mulus.

Kendati demikian, Yungyung menantang diri untuk membuat sebuah kemajuan, salah satunya dengan menggabungkan unsur rancang busana dengan teknologi.

Dia menyebut teknologi ini bukan mesin, melainkan rancang aksesoris yang berteknologi, seperti mengombinasikan dengan LED atau tiga serta empat dimensi.

“Jadi mau lari ke teknologi, tapi masih ada budaya Indonesia dan unsur pekerjaan tangan. Futuristik, tapi masih satu garis dengan Rinaldy,” katanya. (Bersambung...).

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com