Setelah itu, didapati organ seksual subyek riset mengalami perkembangan yang lambat.
Baca juga: Jangan Takut Konsumsi Kedelai, Berikut Manfaatnya...
Namun, kita semua tahu jika tikus dan manusia memiliki banyak perbedaan.
Oleh karena itu, Lambert juga tak memercayai hasil riset ini.
Menurut ahli gizi Nichola Ludlam-Raine, banyak orang yang salah paham dengan menganggap kedelai sebagai penyebab ketikdakseimbangan hormon.
Bahkan, mereka berpikir kedelai dapat menghambat produksi testeron.
Ludlam-Raine berpendapat, mitos ini biasanya berasal dari riset dengan subyek penelitian berupa hewan yang telah diberi dosis kedelai yang sangat tinggi.
Apalagi, dosis kedelai yang diberikan jauh lebih banyak daripada rata-rata konsumsi kedelai manusia.
"Cara hewan mencerna kedelai sangat berbeda dnegan manusia sehingga keduanya tidak dapat dibandingkan," ucapnya.
Sebaliknya, riset yang membuktikan manfaat kedelai biasanya dilakukan oleh perusahaan dan individu yang memiliki kepentingan tertentu.
Oleh karena itu, riset seperti itu juga tak sepenuhnya bebas prasangka.
Misalnya, riset lintas referensi pada tahun 2010 menyatakan konsumsi kedelai tidak memiliki efek "feminisasi" pada pria seperti pendapat yang beredar selama ini.
Riset yang dipimpin oleh Dr Mark Messina, Direktur Eksekutif Soy Nutrition Institute, juga menyimpulkan hal yang sama.
Riset yang dipimpin oleh Messina ini menyimpulkan bahwa protein kedelai dan isoflavon tidak memiliki efek pada hormon reproduksi laki-laki.
Meskipun banyak riset yang memberi hasil bertentangan, Lambert dan Ludlam-Raine menganjurkan konsumsi kedelai sebagai bagian dari diet yang sehat.
Konsumsi kedelai juga sangat dianjurkan bagi mereka yang mengikuti pola diet tinggi sayuran.