KOMPAS.com - Seorang perempuan dengan blus hitam berkain merah berdiri di sudut tenda yang menaungi halaman di teras Museum Tekstil, Jakarta, sore itu.
Sesekali, tangannya terlihat merapikan posisi tenun ulos berwarna kehitaman, yang menyampir di bahu kanannya.
"Ini ulos langka, bahkan sudah enggak ada yang bikin lagi. Ulos ini namanya gatip-gatip," ucap dia sambil menunjukkan motif yang tersusun dari deretan benang pada ulos itu.
Wanita itu adalah Devi Pandjaitan, tokoh yang menggagas pelaksanaan pameran ulos bertajuk Ulos, Hangoluan & Tondi mulai 20 September hingga 7 Oktober di tempat itu.
Sore kemarin adalah hari pertama pelaksanaan pemeran.
Devi berdiri di pojok tenda untuk menunggu kedatangan Menteri Keuangan Sri Mulyani yang datang menengok pameran tersebut.
Selama menunggu kedatangan Menkeu, Devi sempat bercerita tentang keberadaan ulos tradisional yang berada di ambang kepunahan.
"Lihat motif ini, ini luar biasa tersusun dari benang-benang alami, luar biasa ini. Tapi sekarang sudah tidak ada yang bisa bikin, sudah punah," kata Devi sambil mengangkat ujung ulos yang dipakainya.
Baca juga: Reny Jayusman Tetap Eksentrik dengan Ulos dan Daun Ganja...
Devi menyebut, perkembangan masa telah membawa para penenun tradisional batak lebih memilih untuk membuat ulos yang lebih cepat proses produksinya.
Tentu, kondisi ini terjadi karena pertimbangan ekonomi. Keberadaan para tauke pun membuat kehidupan inang-inang penenun ulos tak pernah lepas dari kemiskinan.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.