Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Perempuan Urban Rentan Uban: Dilema Pengabdian atau Pengorbanan?

Kompas.com - 04/10/2018, 12:41 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Di antara waktu sela, saya menikmati keisengan mengintip ‘status update’ beberapa penghuni kontak media komunikasi yang biasa dipakai pada ponsel.

Mengikuti irama keluh kesah yang hanya diunggah di sana hingga berbagai tampilan produk ‘ngobyek’ sebagai penghasilan tambahan semakin mudah saya temukan benang merah kehidupan banyak perempuan urban dan semua perjuangan mereka.

Sekalipun seputar urusan curhat colongan dan keluh kesah kelihatannya kaum hawa lebih fasih dan vokal ketimbang lawan jenisnya, tapi ada beberapa kekentalan nuansa yang berbeda soal keseriusan kerja, komitmen keluarga dan pengabdian kerja.

Sebutlah seorang profesional perempuan yang punya profesi sama dengan suaminya – dengan gelar yang sama. Sang istri begitu menekuni karirnya dari pagi hingga malam, menangani klien yang lebih banyak susahnya daripada senangnya sebagai kontraktor sukses.

Sementara sang suami memilih mengelola manajemen usaha mereka, yang kelihatan lebih sering hidup gembira dan jenaka dari tampilan update status-nya, mulai dari menikmati berbagai macam warung kopi sampai keriaan traveling sambil menemani istri masuk ruangan kongres dunia.

Tipe perempuan ‘banting tulang’ versi lain juga ada di jajaran aparatur sipil negara, sebutan keren pegawai negri jaman milenial.

Duduk di muka komputer dengan pelbagai laporan yang harus diselesaikan dan setumpuk dokumen sehari penuh, ia mengunggah berjenis-jenis peralatan masak di situs jualan on-line-nya. Entah bagaimana caranya orang ini berpindah pikiran antara pekerjaan dan mengurusi obyekan.

Yang pasti, banyak perempuan urban punya pekerjaan yang tidak lagi sama dengan generasi sebelumnya.

Bahkan melebihi kapasitas laki-laki, dalam artian jumlah jam kerja, bobot keseriusan bekerja, yang masih harus ditambah pekerjaan rumah – dimana nilai-nilai klasik masih menempel erat: perempuan harus masak dan mengurus anak, sementara suami pulang rumah tinggal menyalakan televisi dan menyambar cemilan.

Maaf, tidak semua laki-laki demikian. Tapi bisa dihitung dengan jari seandainya ada suami pulang kerja langsung menyalakan kompor, mengenakan celemek dan menata meja. Ketimbang begitu, biasanya mereka akan usul makan di luar dan istrinya menyambut dengan senang hati.

Dan dari situlah tulisan ini sebenarnya baru akan saya mulai. Dari data yang dikumpulkan Weber Shandwick dalam Asia Pacific Food Forward Trends Report II ditemukan perbandingan mencolok antara kebiasaan memasak sendiri di rumah dan kebiasaan makan di luar atau minimal ‘take away’.

Australia menempati posisi paling atas (76%) di banding Tiongkok (50%) Singapura (40%) dan Korea (34%) untuk kebiasaan mengonsumsi makanan rumah yang dimasak sendiri.

Hal ini sejajar dengan kebijakan aturan kerja yang membuat para kepala rumah tangga dan ibu menerapkan pola asuh yang benar karena ketersediaan waktu cukup dan pengupahan yang layak disamping literasi dan edukasi orang tua, tentunya.

Pengupahan lebih dari layak akan habis terbuang untuk rokok dan konsumsi sia-sia jika literasi tidak mumpuni.

Memasak sendiri di rumah sebetulnya menyelamatkan banyak hal. Bertolak belakang dengan anggapan memasak di rumah lebih mahal – karena menghitung pengeluaran gas, air, bahan baku, hingga kebutuhan membeli alat masak.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com