Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 04/07/2019, 17:21 WIB
Ariska Puspita Anggraini,
Wisnubrata

Tim Redaksi

Sumber CNBC

KOMPAS.com - Bekerja delapan jam sehari adalah standar yang diterapkan berbagai perusahaan di dunia ini.

Para ilmuwan Inggris pun mengklaim bekerja delapan jam sehari adalah durasi maksimum untuk kesehatan mental yang optimal.

Namun, riset dari University of Cambridge dan University of Salford menemukan hal yang berbeda.

Penelitian dilakukan dengan menganalisis hubungan antara jam kerja, kesehatan mental, dan kepuasan hidup lebih dari 71.000 orang usia kerja di Inggris selama periode sembilan tahun.

Dalam riset ini, peserta juga ditanya tentang kecemasan dan masalah tidur untuk mengukur kondisi mental mereka.

Hasilnya, jam kerja paling efektif untuk kesehatan mental yang optimal adalah satu hari dalam seminggu. Ya, hanya satu hari dalam satu minggu!

Berdasarkan penelitian, seseorang yang tadinya tidak bekerja dan beralih menjadi seorang pekerja, maka risiko masalah kesehatan mentalnya berkurang rata-rata 30 persen.

Namun, masih menurut riset, bekerja lebih dari delapan jam seminggu tidak memberikan dorongan tambahan untuk kesehatan mental. 

Periset juga menyimpulkan, pekerjaan penuh waktu bukan pilihan terbagus, karena tidak berbeda secara signifikan dari kategori lain dalam hal kesehatan mental dan kesejahteraan.

Meski manfaat kesehatan mental dari pekerjaan mencapai titik maksimal pada delapan jam kerja, hubungan antara jam kerja dan kepuasan hidup sedikit berbeda.

Dalam riset terungkap, kepuasan hidup pada pria meningkat sepertiga dengan delapan jam kerja per minggu.

Hal serupa dialami wanita saat jam kerja mereka mencapai 20 jam dalam seminggu.

Peneliti menyarankan agar semua orang di usia kerja dapat menikmati manfaat kesehatan mental yang terkait dengan pekerjaan.

Untuk itu, jam kerja harus dikurangi secara drastis, walau hal itu rasanya hampir mustahil.

Baca juga: 5 Tips Hindari Stres di Tempat Kerja

Temuan riset ini mendukung alternatif yang berbeda tentang redistribusi jam kerja di masyarakat.

Untuk memungkinkan hal ini, peneliti menyarankan agar jam kerja dilakukan dengan sistem lima hari seminggu dengan bekerja hanya beberapa jam setiap hari.

Kesehatan mental pekerja juga bisa berjalan optimal dengan meningkatkan tunjangan liburan tahunan atau memberi dua bulan cuti untuk setiap bulan yang dihabiskan bekerja.

Peneliti juga menekankan pentingnya pengurangan jam kerja bagi semua orang untuk menghindari meningkatnya ketidaksetaraan sosial ekonomi.

Selain meningkatkan keseimbangan kehidupan kerja, para ilmuwan berpendapat pengurangan jam kerja akan meningkatkan produktivitas dan membantu mengurangi emisi karbon dari perjalanan.

“Jika Inggris mendongkrak kenaikan produktivitas tahunan dengan pengurangan jam kerja daripada kenaikan gaji, minggu kerja normal bisa menjadi empat hari dalam satu dekade,” kata sosiolog Cambridge University Brendan Burchell, yang memimpin proyek penelitian.

Paul Gionfriddo, CEO Mental Health America, mengatakan perusahaan harus bertanggung jawab atas kesejahteraan karyawannya.

Ia berpendapat, stres di tempat kerja sering menyebabkan orang melakukan hal yang tidak sehat di luar pekerjaan.

Baca juga: Berfantasi Lakukan Kekerasan terhadap Bos Ternyata Ada Manfaatnya...

Kebijakan untuk menciptakan tempat kerja yang mendukung kesejahteraa mental adalah tugas pemilik perusahaan.

"Sulit untuk mendapatkan semangat produktivitas tanpa bekerja, tetapi sama halnya jika Anda bekerja keras dan tidak beristirahat, itu tidak akan menguntungkan Anda juga," tambahnya.

Tej Parikh, kepala ekonom di Institut Direksi AS, mengatakan para pemimpin bisnis semakin mengeksplorasi praktik kerja yang fleksibel di tengah kemajuan teknologi.

"Studi ini menggarisbawahi pekerjaan sering kali bukan hanya tentang pembayaran gaji - itu dapat memiliki efek positif pada kesejahteraan mental juga," katanya.

Sementara itu, Emma Mamo, kepala kesejahteraan tempat kerja di U.K. charity Mind, mengatakan pekerjaan perlu diselaraskan dengan kemampuan setiap orang.

"Faktor-faktor seperti utang, pengangguran dan masalah kesejahteraan dapat dikaitkan dengan kesehatan mental yang buruk," katanya.

Menurutnya, jenis pekerjaan juga menjadi hal penting dan harus disesuaikan dengan kebutuhan individu, keterampilan dan aspirasi.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Baca tentang
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com