KOMPAS.com - Industri mode terus tumbuh. Namun di sisi lain, ada kekhawatiran soal limbah produksi dari bisnis tersebut.
Dari laporan Ellen McArthur Foundation pada 2017, misalnya, limbah bisnis mode di dunia mencapai 500 miliar dolar AS setiap tahun atau sekitar Rp 7,1 triliun.
Kondisi tersebut, menurut laporan, memiliki konsekuensi bencana sendiri, seperti dampak negatif terhadap sumber daya hingga lingkungan.
Oleh karena itu, kehadiran sebuah inovasi bahan baku dalam industri mode adalah sebuah keharusan. Inovasi tersebut perlu memiliki semangat keberlanjutan.
Baca juga: Mengenal Slow Fashion, Mode Berkelanjutan demi Kelestarian Bumi
Salah satu material yang digadang-gadang punya prinsip tersebut adalah viscose rayon, serat benang yang berasal dari pohon dan dapat terurai secara alami.
Selain terbarukan, viscose-rayon juga memiliki sifat-sifat seperti sejuk, nyaman, warna yang lebih cerah serta dapat digabung dengan bahan mentah tekstil lainnya seperti katun dan poliester.
Viscose-rayon juga dapat diterapkan ke berbagai produk seperti pakaian, kebutuhan rumah tangga hingga alat kesehatan dan kecantikan.
Dari segi permintaan, Fibre2Fashion memprediksi jika konsumsi viscose rayon di Asia Pasifik pada tahun 2023 akan meningkat, termasuk Indonesia di posisi ketiga dengan perkiraan 5,7 persen.
Respon desainer
Sebenarnya, kekhawatiran soal limbah mode juga mengusik para pemain di dalamnya. Salah seorang di antaranya adalah Ali Charisma, desainer dan Nationan Chairman Indonesia Fashion Chamber (IFC).
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.