KOMPAS.com - Perkembangan pesat dari dunia mode telah melahirkan fast fashion --istilah modern untuk menyebut pakaian murah yang diproduksi cepat oleh pengecer demi menanggapi tren baru.
Bagi banyak orang, kemunculan fast fashion justru menjadi kabar buruk yang semakin melanggengkan budaya konsumerisme di masyarakat.
Kabar buruknya lagi, fast fashion turut menyumbang pencemaran lingkungan dan eksploitasi pekerja demi menciptakan produk murah yang bisa dijangkau seluruh lapisan masyarakat.
Namun sayangnya pula, kondisi itu justru semakin meningkatkan sifat konsumtif.
Lalu, apa sebenarnya fast fashion itu? Apakah fast fashion benar-benar berdampak negatif pada manusia dan bumi?
Untuk menjawab semua pertanyaan itu, simaklah ulasan sejumlah pakar, berikut ini.
Dosen mode dari University of Leeds, Dr Mark Sumner, mengatakan, ada empat musim yang berlaku di sebagian besar negara - yaitu musim semi, panas, gugur, dan dingin.
Nah, kini industri fesyen terbagi dalam empat fase tersebut. Hal ini jauh berbeda dengan industri fesyen zaman dulu.
Baca juga: Kurasi Ketat Lahirkan 3 Duta Indonesia untuk Fesyen Streetwear Dunia
"Ketika saya pertama kali memulai di industri ini, kami biasanya bekerja pada dua musim: musim semi/musim panas dan musim gugur/musim dingin," ucapnya.
Ada banyak produk baru yang hampir setiap hari bermunculan di toko. Proses desain produk-produk itu juga telah ditekan sedemikian rupa.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.