Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 07/01/2020, 15:03 WIB
Nabilla Tashandra,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

Banyak pria yang juga mengalami ereksi atau ejakulasi selama penyerangan mungkin bingung dan bertanya-tanya atas reaksi tersebut.

Respons fisiologis tersebut normal dan sama sekali tidak menyiratkan bahwa korban menginginkan, mengundang, atau menikmati serangan itu.

Maka, korban -dengan bantuan orang-orang terdekat harus dibantu untuk mengetahui bahwa keadaan tesebut bukan kesalahannya, dan dia tak sendiri.

Cenderung tidak melapor

Pria korban perkosaan juga cenderung tidak melapor. Setidaknya hal itu disebutkan dalam sebuah jurnal berjudul "Male Rape: The Silent Victim and the Gender of the Listener".

Jurnal ini ditulis oleh Patrizia Riccardi, MD dari Departemen Psikiatri, Mercer University, Georgia pada 2010.

Jurnal yang diterbitkan melalui National Center for Biotechnology Information (NCBI) itu merilis salah satu studi terkait yang mendalami wanita dan pria korban perkosaan di lingkungan tentara Amerika Serikat.

Studi tersebut berjudul "Prevalence and timing of sexual assaults in a sample of male and female US Army soldiers" dan diterbitkan pada 1998.

Kisah-kisah pribadi perkosaan pria mungkin sama dengan kisah perkosaan pada korban wanita.

Baca juga: Pakaian Korban Kerap Disalahkan dalam Kasus Pemerkosaan, Pantaskah?

Seperti rasa malu, penghinaan dan menyalahkan diri sendiri. Namun, lebih kecil kemungkinannya korban pria melaporkan kejahatan tersebut.

Empat pria korban perkosaan yang diteliti memiliki salah satu kesamaan, yaitu khawatir indentitas maskulinnya dipertanyakan, karena mempunyai pengalaman sebagai korban kejahatan seksual.

Salah satu dari mereka mengatakan tak pernah mengungkapkan hal itu kepada istrinya selama 30 tahun. Keempatnya juga memilih untuk tidak mengungkapkan pada psikiater pria.

Riccardi menilai, penanganan pria korban perkosaan sebaiknya dimulai dengan eksplorasi terhadap kepercayaan kita di masyarakat tentang perkosaan terhadap pria.

Selain itu, dia menilai perlu ada eksplorasi lebih lanjut apakah jenis kelamin pihak yang mendengarkan memiliki pengaruh terhadap keengganan para pria korban perkosaan untuk melapor.

Hal ini menurut dia, dapat membantu mengidentifikasi jumlah pria yang menjadi korban kekerasan seksual, serta memungkinkan melakukan perencanaan layanan klinis dan strategi konseling yang tepat untuk mendukung pemulihan korban.

Sementara itu, Reza Indragiri menilai perlu ada beberapa hal yang dilakukan.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com