Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
DR. dr. Tan Shot Yen, M.hum
Dokter

Dokter, ahli nutrisi, magister filsafat, dan penulis buku.

Sampai Kapan Manusia Bertahan Makan Seadanya?

Kompas.com - 15/04/2020, 20:28 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

 

Belum lagi anjuran isolasi mandiri. Coba berkaca, berapa banyak keluarga yang jamban saja belum punya?

Beribadah di rumah pun, menjadi tantangan karena Presiden sendiri secara implisit membiarkan orang mudik, karena masuk kategori tradisi. Lebih tua mana, tradisi mudik atau ritus religi?

Dalam minggu ini, kesehatan jiwa dan raga dipertaruhkan. Satu-satunya kelompok usia yang beruntung di soal nutrisi barangkali bayi di bawah 6 bulan.

Selama mendapat ASI eksklusif, mereka masih aman. Pun bila ibunya tidak stres memikirkan nasib anak-anaknya yang lebih besar dan suaminya tidak lagi punya pekerjaan.

“Cadangan” gizi dan kekebalan tubuh di masa-masa seperti sekarang menjadi catatan penting. Lima kilo beras, beberapa kaleng sarden, sebotol minyak goreng, satu plastik gula pasir dan bungkusan biskuit tidak mungkin menjadi asupan rutin setiap hari selama sekian bulan.

Saat penerimanya sudah jenuh, maka mereka akan tumpuk di gudang dan dijadikan komoditas berdagang.

Baca juga: Kiat Anti-Boros Jajan Makanan di Masa Pandemi Covid-19

Mirip seperti penderita TBC yang tidak paham obatnya buat apa selama 6 bulan, apabila batuknya mereda maka ia akan menjual obat-obat gratisnya di pasar gelap demi beberapa lembar rupiah untuk beli rokok.

Ketimbang para kepala daerah bekerja sendiri, mengatas namakan diri sendiri, betapa mulianya bila mereka menggerakkan semua dinas terkait.

Mendirikan posko dapur umum yang mengantarkan makanan-makanan bergizi setiap hari, termasuk pembuatan makanan pendamping ASI – sesuai data penduduk yang bisa diperoleh dari RT dan RW, sehingga tidak mubazir.

Kita punya banyak ahli gizi dan nutrisionis, yang pastinya mau menjadi relawan juga, sebab “rumah sakit” mereka bernama “rumah sehat”, yaitu posko-posko bantuan pangan sesungguhnya.

Yang membuat rakyat bahkan bisa belajar, referensi dan preferensi pangan, di saat darurat maupun ketika sehat, nantinya.

Baca juga: Penuh Haru, Kisah Pasien Corona yang Melahirkan di Tengah Koma

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com