KOMPAS.com - Putri Diana telah lama dikenal sebagai sosok yang kerap "memberontak" dari aturan-aturan kerajaan.
Padahal, awalnya Diana diyakini bakal menjadi pasangan yang cocok untuk pewaris takhta Kerajaan Inggris, Pangeran Charles.
Sebab, Diana berasal dari keluarga Spencer yang merupakan kelompok aristokrat, dan cocok dengan Pangeran Charles.
Baca juga: Muncul Rekaman Video Putri Diana Saat Melanggar Protokol Kerajaan
Namun, beberapa tahun setelah menikah, Dia mulai kerap menunjukkan pemberontakannya, baik terhadap konvensi kerajaan, maupun harapan yang disematkan ke bahunya.
Di tahun 1995 misalnya, Putri Diana secara mengejutkan berbicara dalam sebuah wawancara tentang "mantra" yang dia kenal untuk hidup di tengah keluarga kerajaan adalah “never complain, never explain”.
Kontan pernyataan itu menggemparkan dunia, terutama lingkungan Kerajaan Inggris di masa itu.
Keputusan Diana untuk berbicara terbuka itu pula yang mendorong Ratu untuk meminta pasangan itu bercerai, setelah tiga tahun berpisah.
Baca juga: Jika Masih Hidup, Putri Diana Berteman dengan Camilla, Ini Alasannya
Dalam biografi "Charles: Pria yang akan menjadi Raja", karya Howard Hodgson tahun 2007, disebutkan, perbedaan utama antara masa kanak-kanak Charles dan Diana yang mungkin menyebabkan kondisi tersebut.
Diana menjadi lebih berani untuk memberontak, dan melawan konvensi yang dijunjung oleh para anggota keluarga Kerajaan Inggris.
Meskipun Charles dan Diana sama-sama dikirim ke sekolah berasrama yang tidak mereka sukai sepenuhnya, tanggapan keduanya terhadap lingkungan yang sulit pun menjadi berbeda.
Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.