Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 27/07/2020, 08:24 WIB
Nabilla Tashandra,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Saat ini aktivitas masyarakat memang masih terbatas karena pandemi Covid-19. Walau begitu, beberapa aktivitas luar ruang sudah bisa dilakukan, termasuk dalam hal berolahraga.

Bosan dengan rute gowes di dalam kota, banyak orang yang mulai memikirkan untuk  melakukan tur (touring) ke daerah tertentu. Namun, apakah sudah aman untuk dilakukan?

Pendiri Bianglala Tour sekaligus pesepeda tur solo dunia, dr Aristi Madjid, menekankan pentingnya untuk memilih jenis aktivitas luar rumah yang lebih penting.

Secara pribadi, ia memilih menahan diri untuk tidak melakukan tur hingga vaksin resmi Covid-19 ditemukan.

Namun, jika memang ada masyarakat yang mau melakukan tur sepeda, ia berpesan agar memberlakukan protokol keamanan dan kebersihan yang ketat.

Baca juga: Berbahayakah Nyeri Lutut Ketika Bersepeda?

"Memang akan banyak sekali protokolnya dan sudah pasti berbeda sekali dengan kita touring sebelum pandemi."

Demikian diungkapkan Aristi dalam zoominar bertajuk "JLN Ngobrol Bike: Touring Sepeda di Era New Normal, Amankah? Protokol Pencegahan Covid-19 Saat Bersepeda", Minggu (26/7/2020).

Aristi menambahkan, saat ini Indonesia menjalani tatanan normal baru ketika berada pada puncak kurva pandemi. Padahal, new normal idealnya dilakukan ketika kasus baru Covid-19 sudah nol.

Banyaknya orang tanpa gejala (OTG) juga membuat aktivitas di luar ruangan yang melibatkan kelompok menjadi semakin riskan.

"Beberapa hari lalu 80 persen pasien yang positif adalah OTG, setelah di-rapid test atau swab. Jadi, kita bisa bayangkan betapa banyaknya orang tanpa gejala di sekitar kita sekarang, yang mana kita benar-benar enggak tahu karena tanpa gejala," tuturnya.

Baca juga: Waspada Kram dan Kaku Otot Saat Bersepeda Akibat Dehidrasi

Ibu-ibu bersepeda saat sore hari dengan mengenakan masker.KOMPAS.com/ALBERTUS ADIT Ibu-ibu bersepeda saat sore hari dengan mengenakan masker.

Di samping itu, jangkauan penyebaran droplet juga bisa lebih jauh jika seseorang bergerak, dalam hal ini bersepeda.

Sebagai ilustrasi, jika kita berdiri dan mengembuskan napas, droplet bisa jatuh ke tanah hingga sejauh 1,5 meter. Namun, jika kita batuk, jangkauannya bisa mencapai 2 meter dan bersin bisa lebih dari 8 meter.

Batuk memiliki kecepatan sekitar 80 km per jam dan bersin 100 km per jam serta mengandung microdroplet.

"Microdroplet akan ikut terbawa angin saat ada percepatan. Jadi saat gowes kecepatan tinggi sekitar 10-20 km per jam, droplet bisa terbawa ke belakang mengenai pesepeda lain," ungkap Aristi.

Namun, jika memang Anda sudah merencanakan tur dalam waktu dekat, buatlah aturan yang rinci demi keamanan sepanjang perjalanan.

Baca juga: Berapa Jumlah Kalori yang Dibakar Saat Bersepeda?

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com