"Diskusikan tentang bagaimana anak yang kita besarkan dan percayai melanggar kepercayaan itu, serta akibatnya yang memengaruhi hubungan."
"Saya lebih suka memiliki anak yang bijaksana daripada sekadar patuh," kata dia.
2. Tetapkan konsekuensi
Perlu ada konsekuensi atas tindakan anak. Hal itu diungkapkan Dr John Mayer, psikolog klinis di Chicago. Dia juga adalah konsultan di Doctor on Demand.
Mayer mengatakan konsekuensi harus sesuai dengan derajat tindakannya.
"Misalnya, ketika anak membawa mobil tanpa izin, konsekuensi logis yang baik adalah anak tidak dapat dipercaya untuk menggunakan mobil itu," ungkap Mayer.
Menetapkan hukuman yang adil sesuai dengan pelanggaran anak adalah hal yang bijak.
3. Beri tahu anak cara agar ia kembali dipercaya
Mayer menyarankan orangtua untuk memberikan petunjuk dan isyarat kepada anak agar ia dapat kembali dipercaya.
Baca juga: Kebiasaan Multitasking Bisa Berdampak Buruk pada Anak dan Orangtua
Orangtua bisa memberikan anak ganjaran singkat terkait penggunakan mobil dengan parameter yang ketat, menurut Mayer.
"Batasi waktu dan jarak, lalu tingkatkan parameter saat anak terlihat mulai lebih bisa dipercaya, hingga akhirnya kita kembali ke posisi semula di mana ia belum merusak kepercayaan," kata dia.
"Perlahan-lahan kita menambahkan kembali kepercayaan dan tanggung jawab pada anak dalam dosis kecil."
"Jika dia merusak kepercayaan lagi, kembali ke langkah pertama, setel ulang konsekuensi dan parameternya," kata dia.
4. Jelaskan keinginan orangtua kepada anak
Orangtua harus memberi tahu anak dengan nada suara yang hangat, lembut, dan jujur.