Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

5 Tips untuk Orangtua Kembalikan Kepercayaan pada Anak Remaja

Kompas.com - 08/01/2021, 17:58 WIB
Gading Perkasa,
Glori K. Wadrianto

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Di usia remaja, anak cenderung bertindak melampaui batas dan terkadang menghancurkan kepercayaan yang diberikan orangtua.

Tentunya, orangtua mempunyai peran untuk memaafkan anak, dan menggunakan pelanggaran yang dilakukannya sebagai momen pembelajaran.

Secara umum, anak di usia remaja impulsif dan emosional. Demikian diterangkan Joseph Shrand, MD.

Shrand adalah kepala psikiatri remaja di High Point Treatment Centers di Brockton, Massachusetts, Amerika Serikat.

Baca juga: Hal yang Perlu Dilakukan Orangtua Ketika Anak Mulai Tertarik Dandan

"Otak anak tidak selalu memikirkan masa depan dan konsekuensi dari tindakannya," kata Shrand.

Shrand menambahkan, kondisi itu bukan merupakan kesalahan anak, melainkan bagian dari cara kerja otak anak yang sedang berkembang.

Menurut dia, orang dewasa mempunyai kemampuan untuk mengantisipasi konsekuensi dari tindakan anak.

"Anak mungkin tidak pernah bermaksud membuat kita tidak mempercayainya," sebut dia.

"Dia hanya melakukan apa yang diinginkan remaja, mengambil risiko, bersosialisasi, dan merasakan kesenangan."

Lebih jauh, Shrand mengingatkan para orangtua untuk memahami remaja saat menghadapinya setelah terjadi pelanggaran kepercayaan.

"Bagaimana kita mengelola amarah akan menjadi contoh bagi remaja dalam mengelola amarahnya."

Untuk meredakan konflik antarorangtua-anak, cobalah beberapa strategi berikut.

Baca juga: Yang Harus Dilakukan Orangtua Jika Anak Potong Rambut Sendiri

1. Ungkapkan kekecewaan

Katakan dengan jelas kepada anak bagaimana kita merasa sakit hati dengan pelanggaran yang dia lakukan.

"Bicarakan dengan anak tentang pelanggaran kepercayaan dan tanyakan kepadanya apa yang bisa dia lakukan untuk memperbaiki kembali hubungan," sebut Shrand.

"Diskusikan tentang bagaimana anak yang kita besarkan dan percayai melanggar kepercayaan itu, serta akibatnya yang memengaruhi hubungan."

"Saya lebih suka memiliki anak yang bijaksana daripada sekadar patuh," kata dia.

2. Tetapkan konsekuensi

Perlu ada konsekuensi atas tindakan anak. Hal itu diungkapkan Dr John Mayer, psikolog klinis di Chicago. Dia juga adalah konsultan di Doctor on Demand.

Mayer mengatakan konsekuensi harus sesuai dengan derajat tindakannya.

"Misalnya, ketika anak membawa mobil tanpa izin, konsekuensi logis yang baik adalah anak tidak dapat dipercaya untuk menggunakan mobil itu," ungkap Mayer.

Menetapkan hukuman yang adil sesuai dengan pelanggaran anak adalah hal yang bijak.

3. Beri tahu anak cara agar ia kembali dipercaya

Mayer menyarankan orangtua untuk memberikan petunjuk dan isyarat kepada anak agar ia dapat kembali dipercaya.

Baca juga: Kebiasaan Multitasking Bisa Berdampak Buruk pada Anak dan Orangtua

Orangtua bisa memberikan anak ganjaran singkat terkait penggunakan mobil dengan parameter yang ketat, menurut Mayer.

"Batasi waktu dan jarak, lalu tingkatkan parameter saat anak terlihat mulai lebih bisa dipercaya, hingga akhirnya kita kembali ke posisi semula di mana ia belum merusak kepercayaan," kata dia.

"Perlahan-lahan kita menambahkan kembali kepercayaan dan tanggung jawab pada anak dalam dosis kecil."

"Jika dia merusak kepercayaan lagi, kembali ke langkah pertama, setel ulang konsekuensi dan parameternya," kata dia.

4. Jelaskan keinginan orangtua kepada anak

Orangtua harus memberi tahu anak dengan nada suara yang hangat, lembut, dan jujur.

Hal terpenting di antara orangtua dan anak adalah merasakan kepercayaan dan keamanan, kata Fran Walfish, PsyD, psikoterapis keluarga dan hubungan di Beverly Hills.

"Jelaskan pada anak, kita akan merasa aman ketika mengetahui anak selalu berkata jujur," sebut Walfish.

"Kita dapat mengandalkan anak dan itu perasaan yang menyenangkan. Itulah mengapa mengatakan kebenaran sangat penting," sebut dia.

5. Maklumi pelanggaran satu kali

Jika anak remaja berbohong sekali dan menunjukkan penyesalan, empati, dan permintaan maaf tulus, serta berjanji tidak akan melakukannya lagi, beri dia kesempatan.

Baca juga: Orangtua Wajib Kenali Pemicu Stres pada Remaja Sebelum Berakibat Fatal

"Saya melihat perubahan yang positif ketika anak yang suka berbohong menunjukkan penyesalan tulus karena menyakiti orangtuanya, dan berubah dengan penuh komitmen," ucap dia.

6. Buat dialog positif

"Banyak remaja awalnya menganggap berbicara sama dengan penyiksaan," ungkap psikolog Patricia O’Gorman, PhD.

"Tapi itulah yang dia butuhkan. Sisihkan waktu untuk berbicara, bukan menguliahi anak. Waktu untuk bersama."

7. Jelaskan manfaat menjadi orang yang bisa dipercaya

Hidup lebih mudah jika kita dapat mempercayai anak, jadi jelaskan kepadanya bagaimana kepercayaan akan bermanfaat bagi anak.

"Katakan seperti 'ketika saya bisa mempercayai kamu, saya lebih nyaman membiarkan kamu keluar larut malam, pergi dengan teman-teman, atau meminjam mobil'," tutur Jason Eckerman, PsyD, psikolog di Minnesota.

Ketika seorang anak merasa dipercaya dan aman, tindakan yang dilakukan anak kemungkinan besar cenderung positif.

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com