"Pola pikir seperti ini tidak berdasarkan batasan, namun berorientasi pada tujuan."
"Bukan 'bagaimana saya bisa makan sesedikit mungkin?' tetapi 'bagaimana saya bisa makan dalam jumlah yang tepat untuk bahan bakar latihan, sehingga berenergi sepanjang hari, tidak lesu, dan tidak kelaparan?'"
Molloy akan meminta kliennya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi beberapa minggu sebelum kliennya mengikuti kompetisi.
Namun di luar waktu kompetisi, para atlet juga mengonsumsi makanan olahan dan cepat saji.
Intinya, atlet profesional tidak selalu mengidam makanan manis atau olahan, tidak merasa bersalah usai mengonsumsi makanan yang tidak menyehatkan, dan bisa membuat batasan.
"Bukan berarti para atlet tidak pernah keluar untuk makan malam atau tidak pernah makan cokelat, kita hanya memasukkannya ke dalam rutinitas mereka," sebut Molloy.
"Sebagai atlet, ini bukan tentang menjadi orang yang sempurna," tegas dia.
"Mungkin dua bulan sebelum masa kompetisi, kami mulai mengubah pola makan. Misalnya, es krim diganti dengan nasi putih atau gandum."
Baca juga: Jaga Pola Makan, Kunci Hindari Gangguan Pencernaan
Pendekatan yang diambil Molloy dan para atlet profesional adalah membuat rencana jangka panjang yang berhasil untuk hidup mereka.
"Jika atlet melakukan ini dan masih mampu menampilkan yang terbaik dan berlatih sebaik mungkin, itu juga sama bagi kebanyakan orang " tutur Molloy.
"Ini bukan tentang kesempurnaan, namun tentang proses," ulang dia lagi.
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.