Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Universitas Atma Jaya Yogyakarta
Akademisi

Platform publikasi karya akademik dari akademisi Universitas Atma Jaya Yogyakarta untuk khalayak luas demi Indonesia yang semakin maju.

Hak Komunikasi Anak dan Tantangan Orangtua di Masa Pandemi

Kompas.com - 19/03/2021, 12:33 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini
Editor Wisnubrata

Oleh: Birgitta B Puspita, MA

JIKA KITA mengamati informasi tentang pandemi Covid-19, tidak banyak ulasan tentang anak-anak. Nampaknya anak-anak bukan menjadi bagian masyarakat yang disoroti.

Bisa jadi karena menurut data WHO (2020), persentase anak-anak dan remaja di bawah 18 tahun yang tertular Covid-19 di seluruh dunia bisa dibilang tidak tinggi jika dibandingkan kelompok usia lainnya, yaitu 8,5 persen dengan angka kematian yang relatif sangat rendah.

Karena itu, boleh kita berasumsi jika isu pandemi dan anak-anak ini kurang krusial jika dibandingkan dengan kelompok usia lainnya.

Anak-anak dan pandemi

Data dari WHO (2020) juga menyebutkan bahwa anak-anak di atas usia 10 tahun lebih mudah terkena dan menularkan virus ini daripada anak-anak yang lebih muda.

Meskipun tentu saja, anak-anak dengan penyakit bawaan dan bayi di bawah satu tahun tetap rentan pada virus ini karena pengaruh dari imunitas tubuh (mayoclinic.org, 2020).

Anak-anak TK, yaitu usia 4-6 tahun, jika merujuk pada data di atas, bisa dikatakan memiliki risiko terpapar rendah, tetapi bukan berarti kemudian golongan usia ini aman.

Orangtua pun memiliki tugas untuk memberikan pemahaman kepada anak-anak usia tersebut tentang bahaya virus Covid-19. Apalagi ditambah fakta bahwa belum ada vaksin yang dinyatakan aman untuk anak-anak pada usia ini.

Bayangkan jika semua tenaga pendidik sudah divaksin, sekolah bisa dibuka kembali, sementara anak-anak tanpa perlindungan vaksin abai pada protokol kesehatan karena tak paham.

Oleh sebab itu, sangat krusial juga peran orangtua untuk dapat memberikan informasi yang tepat pada anak-anak tentang pola hidup bersih dan sehat (PHBS) serta protokol kesehatan yang dapat membantu mencegah dan memutus rantai penularan Covid-19.

Cara berkomunikasi serta pesan yang disampaikan kepada anak usia 4-6 tahun tentu akan berbeda dengan cara dan pesan yang disampaikan kepada usia anak yang lebih tua karena secara kognitif kemampuan mereka juga berada pada tingkat yang berbeda.

Maka, tidaklah mudah bagi anak usia 4-6 tahun untuk bisa langsung memahami alasan di balik PHBS dan protokol kesehatan yang sekarang ini harus mereka dan orang di sekitarnya jalani.

Anak-anak di usia ini sangat erat dengan aktivitas luar ruang dan juga bermain secara berkelompok. Pandemi Covid-19 tentu membawa perubahan ke keseharian mereka.

Orangtua akan mendapatkan pertanyaan dari anak-anak, misalnya "Kenapa aku tidak boleh sekolah?", "Kenapa aku tidak boleh bermain bersama temanku di luar?", "Kenapa aku harus selalu pakai masker?", atau "Kenapa aku harus cuci tangan terus?".

Masih banyak pertanyaan lain yang mungkin dijelaskan orangtua beberapa kali tetap sulit dipahami oleh anak-anak di usia ini.

Pemenuhan hak komunikasi anak

Ilustrasi anak belajar dari rumah. (DOK. SHUTTERSTOCK) Ilustrasi anak belajar dari rumah. (DOK. SHUTTERSTOCK)
Kolucki dan Lemish (2011) menyatakan bahwa salah satu hak komunikasi anak adalah untuk didengar dan dianggap serius.

Mungkin terdengar lucu bagi otak orang dewasa, akan tetapi dalam artikel yang sama Kolucki dan Lemish menjelaskan bahwa para ahli menuturkan pentingnya memosisikan anak sebagai satu individu yang utuh dengan keunikan kemampuan dan keinginan sesuai dengan tahapan perkembangannya.

Maka menganggap anak-anak selalu sebagai "manusia kecil" (saja) tidak akan membantu mereka berkembang.

Terkait hak komunikasi anak pada masa pandemi ini perlu menjadi perhatian khusus orangtua.

Situasi pandemi tidak mudah dipahami oleh anak, terkhusus usia 4-6 tahun.

Orangtua harus belajar untuk menghindari komunikasi satu arah dengan kalimat perintah, misalnya "Ayo pakai masker!" atau "Tidak boleh main di luar, ya".

Komunikasi satu arah hanya merupakan proses penyampaian pesan saja tanpa memedulikan umpan balik dari anak-anak. Sehingga, orangtua belum tentu juga dapat melihat sebenarnya anak memahami pesan itu atau tidak.

Menghilangkan umpan balik dari proses komunikasi dengan anak juga berarti kita tidak memberikan hak anak untuk merespons pesan itu.

Di usia ini, anak-anak tidak hanya memiliki kemampuan untuk menerima instruksi, tetapi juga mampu memberikan reaksi emosi termasuk empati kepada orang lain.

Adapun secara sosial, anak-anak di usia ini sudah belajar untuk menempatkan dirinya sebagai bagian dari kelompok sosial (UNESCO, UNICEF, Brookings Institution, dan World Bank, 2017).

Dengan melihat kemampuan tersebut, orangtua dapat menyesuaikan informasi yang ingin disampaikan kepada anak, terkait PHBS dan protokol kesehatan.

Lalu bagimana cara orangtua menyampaikan pesan terkait PHBS sekaligus memenuhi hak komunikasi anak?

Tulisan Harrelson (2019) mengungkapkan bahwa penggunaan kata-kata sederhana dan bernada positif akan membuat anak lebih mudah memahami informasi.

Orangtua juga bisa memberikan pemahaman sederhana bahwa PHBS dan protokol kesehatan yang dilakukan anak akan berdampak besar pada orang-orang yang mereka sayangi, seperti misalnya turut menjaga dan melindungi kakek dan neneknya. Hal ini akan turut mengasah kemampuan kognisi sosial anak.

Berikutnya adalah selalu dengarkan anak dengan penuh perhatian ketika mereka bicara.

Menempatkan anak sebagai prioritas ketika dia menyampaikan sebuah pesan akan membuatnya merasa nyaman dan diperhatikan, maka anak-anak pun akan belajar melakukan hal yang sama ketika orangtua menyampaikan pesan.

Berdasarkan kajian Kolucki dan Lemish (2011) pada usia 4-6 tahun anak-anak perlu tahu melalui pesan-pesan komunikasi salah satunya bahwa mereka disayangi dan merasa aman.

Dalam situasi pandemi yang semua serba tidak pasti dan penuh tantangan, stres bisa dialami oleh seluruh anggota keluarga termasuk anak-anak.

Orangtua harus mau mendengar keluh kesah dari anak ketika protokol kesehatan ini tidak sesuai dengan keinginan mereka. Sekaligus memberikan solusi sederhana dan menyenangkan untuk menjalankan protokol kesehatan.

Nah, bisa jadi tulisan saya ini membuat orangtua makin pening karena harus memikirkan cara berkomunikasi dengan anak. Tidak perlu.

Secara singkat, memberikan hak komunikasi anak berarti memberikan informasi kepada anak dengan bahasa sederhana, memberikan perhatian penuh ketika anak memberikan umpan balik, dan membuatnya merasa nyaman dan aman.

Jangan lupa, pesan tidak harus verbal, bahasa nonverbal seperti pelukan dan belaian terkadang sudah cukup bagi anak. Semangat selalu para orangtua!

Birgitta B Puspita, MA
Universitas Atma Jaya Yogyakarta

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com