KOMPAS.com - Alas kaki berjenis sandal gunung kini kembali digemari. Bedanya, sandal ini lebih kasual, trendi, dan menonjolkan sisi fashion.
“Kalau sandal gunung yang biasa digunakan pecinta alam (ke gunung) sangat memerhatikan fungsi kekuatannya, karena digunakan untuk kontur jalan pegunungan.”
Demikian kata pendiri Sixtynine Project, Taufik Maulana Saputra kepada Kompas.com di Bandung, belum lama ini.
Baca juga: Word Division Buktikan Sepatu Cibaduyut Masih Bersaing
Sedangkan sandal fesyen ini lebih lentur dan juga gaya.
Di marketplace, sandal semacam ini juga disebut sandal umrah. Bahkan ada yang menyebutnya sandal Korea.
Disebut sandal Korea, karena beberapa artis Korea Selatan terlihat menggunakan sandal semacam ini.
Untuk sandalnya, Taufik menggunakan upper berbahan polines dan insole berbahan asetal.
Sedangkan untuk warna, Taufik memilih lebih banyak bermain di hitam dan putih.
Baca juga: Mengenal Gally Rangga, Pengusaha Sukses yang Pernah Tidur di Jalan
“Kelebihan dari produk saya, dengan kualitas yang sama, harga yang ditawarkan murah."
"Karena saya punya tempat produksi sendiri, jadi bisa menekan cost production,” tutur Taufik.
Selain itu margin keuntungan yang diambil tipis, karena Taufik mengaku lebih menyasar kuantitas.
Taufik mengaku varian alas kaki yang dibuatnya berada di rentang harga Rp 100 ribu-400 ribu.
Dengan strategi yang tepat, sandal kreasi Taufik ini pun terhitung amat laku di pasaran. Varian termurah yang menjadi primadona.
Bayangkan saja, dalam sebulan dia bisa menjual 1.000-2.000 pasang di marketplace.
Awalnya, Taufik sempat membuka toko di beberapa marketplace, namun karena permintaan membludak, kini dia hanya memilih salah satu marketplace.
Baca juga: Produk Kolaborasi Ridwan Kamil dan Merek Lokal Angkat Tema Dwi Warna
“Kita masih punya kendala di bahan baku. Kalaupun tempat produksi saya mampu membuat 1.000 artikel per minggu, namun bahan baku ini kerap jadi hambatan,” tutur dia.
Mantan manager
Taufik menceritakan, sandalnya ini bukan bisnis pertamanya. Setelah lulus kuliah, ia bekerja di BNI tahun 2012-2018. Jabatan terakhirnya sebagai manajer.
Di tahun 2018 ia nekat keluar karena keyakinannya tentang riba. Ia pun mulai berbisnis kaus dengan temannya.
Namun bisnisnya tidak berjalan lancar. Ia kemudian mencoba bisnis sepatu di Cibaduyut. Bisnis ini pun tidak berjalan lancar.
Dari proses-proses tersebut ia belajar banyak tentang sepatu. Hingga ia bertemu dengan Dedi Efendi, perajin sepatu asal Kabupaten Bandung.
Baca juga: Jersey Vintage x Futuristik Kreasi 2 Brand Lokal Asal Bandung, Mau?
Lewat sederet obrolan, Taufik dan Dedi membangun Sixtynine Project, dengan modal awal Rp 10 juta.
Ketika ditanya kiat suksesnya membangun usaha, Taufik mengaku hanya berusaha memahami produk, kebutuhan pasar, dan lainnya.
Salah satu yang penting memulai bisnis saat pandemi adalah fokus ke dunia digital.
“Fokus ke online, main digital marketing karena mau tidak mau bisnis offline pasti akan tergerus, dan kebiasaan masyarakat untuk belanja online terus tumbuh,” kata dia.
Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Kompas.com. Mari bergabung di Grup Telegram "Kompas.com News Update", caranya klik link https://t.me/kompascomupdate, kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel.Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!
Syarat & KetentuanPeriksa kembali dan lengkapi data dirimu.
Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.