Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Tentukan Pilihanmu
0 hari menuju
Pemilu 2024
Kompas.com - 29/09/2021, 20:37 WIB

KOMPAS.com - Stunting masih menjadi masalah utama yang dihadapi pemerintah Indonesia dalam perayaan Hari Kontrasepsi Internasional pada 26 September lalu.

Stunting merupakan kondisi gangguan pertumbuhan yang menyebabkan anak menjadi kerdil atau lebih pendek dari standar usianya. Hal ini dipicu karena kondisi kekurangan gizi menahun sehingga perkembangan otak dan tumbuh kembang anak terhambat.

Hasil dari Survei Status Gizi Balita Indonesia (SSGBI) menunjukkan angka stunting berada pada 27,67 persen pada tahun 2019. Angka tersebut masih tergolong tinggi dan belum ideal berdasarkan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

WHO menargetkan angka stunting di suatu negara tidak boleh lebih dari 20 persen jumlah populasi. Jumlah stunting juga dapat mengganggu potensi sumber daya manusia dan berhubungan dengan tingkat kesehatan, bahkan kematian anak.

Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN), Dr. (HC) dr. Hasto Wardoyo, Sp.OG. (K) mengatakan stunting disebabkan berbagai faktor kekurangan gizi pada bayi yang bisa dipicu sejak masa kehamilan.

Mantan bupati Kulon Progo, Yogyakarta ini mengungkapkan sebanyak 11,7 persen bayi terlahir dengan gizi yang kurang memadai. Dibuktikan dengan panjang bayi yang kurang dari 48 sentimeter dan berat badan yang tidak mencapai 2,5 kilogram.

Pemicu lainnya, ada bayi yang terlahir normal namun tumbuh dengan kekurangan asupan gizi sehingga menjadi kerdil.

"Yang lahir normal pun masih ada yang kemudian jadi stunting karena tidak dapat ASI dengan baik, kemudian asupan makanannya tidak cukup," jelas Hasto, dikutip dari laman resmi BKKN.

Baca juga: 7 Juta Bayi Berpotensi Stunting di Tahun 2024, Apa Itu Stunting

Pentingnya kenali gejala stunting sejak dini

Berdasarkan panduan UNICEF, stunting merupakan kondisi anak dengan tinggi badan di bawah standar yang terjadi pada usia 0 sampai 59 bulan.

Stunting juga menghambat perkembangan otak anak sehingga menjadi kurang optimal. Akibatnya, kemampuan belajarnya terganggu termasuk dapat memicu gangguan mental.

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Rekomendasi untuk anda
27th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke