Mengacu pada artikel yang dipublikasi oleh Siedlce University of Natural Sciences and Humanities, ketika didongengi, anak sering kali terpengaruh dengan isinya sehingga perkembangan imajinasi meningkat.
Mereka pun dapat menciptakan suatu ‘bentuk’ yang tak pernah diketahui sebelumnya.
Selain itu, anak juga dapat memahami bagaimana cara membaca yang baik dan berani mengkoneksikan peristiwa yang terjadi di dongeng tersebut.
Tips selanjutnya oleh Paman Gery adalah cerita yang didongengkan tidak harus berasal dari orangtua saja.
Meskipun mereka dapat mencari terlebih dahulu jenis dongeng yang sekiranya anak suka, tetapi anak juga bisa turut andil untuk memilih cerita. Bahkan, anak bebas untuk memodifikasinya.
“Lagi pula, mendongeng tidak perlu selalu mengandalkan cerita populer,” ujar Paman Gery.
Kedinamisan mendongeng akan membawa anak lebih partisipatif dan kritis karena terdapat impuls untuk membangun cerita.
Adapun jika anak ingin bercerita versi dongengnya sendiri, orangtua dapat memberikan kesempatan tanpa adanya justifikasi.
Justru, orangtua harus mentransfer energi positif agar anak semakin berani dan percaya diri.
“Yang terpenting dari mendongeng antara anak dan orangtua adalah kenyamanan dan ikatan yang didapatkan, bukan sekadar isi cerita, berapa halaman, dan siapa tokohnya,” jelas Paman Gery.
Dalam mendongeng, orangtua dapat mengawalinya dengan kalimat pembuka imajinasi, seperti “pada suatu hari…”, “di sebuah zaman…”, dan lain sebagainya.
Kalimat tersebut dapat menjadi gerbang berkembangnya daya imajinasi anak.
Suatu riset yang diterbitkan Researchgate dalam VOI menjelaskan bahwa ketika anak mendengarkan dan membaca dongeng, daya pemahamannya akan meningkat.
Supaya lebih berkembang, orangtua dapat memintanya untuk menceritakan ulang dongeng sehingga anak belajar memahami kompleksitas bahasa di dalamnya.
Selain kebahasaan, hal yang perlu diperhatikan menurut Paman Gery adalah penjiwaan yang tepat bagi si anak.