KOMPAS.com - Tayangan dokumenter Netflix, The Tinder Swindler, sukses besar ketika dirilis awal Februari lalu.
Kisah penipuan yang dilakukan Simon Leviev ini menyedot perhatian banyak orang, khususnya yang terbiasa menggunakan aplikasi kencan untuk mencari pasangan.
The Tinder Swindler menyajikan topik yang pasti menarik perhatian publik, pertunjukan "realitas" yang menggabungkan kencan, kemewahan dan kekayaan, kontra, patah hati, dan keinginan untuk balas dendam.
Namun, sebenarnya tidak banyak hal positif yang terjadi sepanjang rekaman dokumenter ini.
Pasalnya, si pelaku, Simon Leviev, hanya menjalani lima bulan penjara setelah mendapatkan 10 juta dollar AS dari para korbannya.
Baca juga: Mengenal Sosok Simon Leviev, Penipu Cinta di The Tinder Swindler
Ia bahkan kembali aktif di media sosial dan Tinder, mungkin berupaya mengincar wanita lainnya.
Sementara itu, para korban yang cukup berani menceritakan kisahnya tetap terlilit utang dan harga dirinya berantakan.
Sebagai makhluk sosial, kita selalu tertarik soal apa yang terjadi pada orang lain dan secara otomatis berempati.
Ketika melihat kisah penipuan di TheTinder Swindler, kita secara naluriah ingin tahu apa yang terjadi agar dapat menentukan risiko kejadian serupa.
Baca juga: 5 Pelajaran dari The Tinder Swindler agar Tak Terjebak Penipu Cinta
Hal yang lebih penting lagi, belajar bagaimana mencegah diri kita sendiri menjadi korban penipuan.
Sembari menyadari bahwa orang lain rentan terhadap bujukan, kita semua menderita bias mementingkan diri sendiri dan optimis.
Akibatnya, kita menganggap diri kita kurang rentan dibandingkan orang lain.
Faktanya, internet membuat kita semua lebih rentan terhadap penipuan termasuk kala menggunakan aplikasi kencan online.
Namun, beberapa hal yang bisa kita pelajari dari penipuan Simon Leviev di The Tinder Swindler adalah kelihaiannya menggunakan pengaruh sosial.
Berikut adalah sejumlah pelajaran yang bisa kita ambil dari tayangan ini.