Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 24/10/2022, 15:08 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Proses pewarnaan alami menggunakan tanaman Indigo (Indigofera tinctoria) pada batik telah digunakan selama berabad-abad di Indonesia.

Teknik ini merupakan salah satu kearifan lokal dari Nusantara yang sudah lama dilakukan oleh para pengrajin batik sejak zaman dahulu.

Keindahan warna biru alaminya serta proses pengerjaan batik indigo tersebut memikat Zahir Widadi, seorang seniman batik dan arkeolog yang berasal dari Pekalongan dan mendorongnya untuk mendedikasikan hidup bagi pelestarian teknik leluhur pewarnaan batik dengan indigo.

Keindahan tersebut pun sengaja dituangkan oleh Zahir di dalam bukunya, Javanese Indigo Batik: Discovering the Ancient Wisdom of the Indigo Natural-Dyeing Process.

Di buku tersebut, Zahir mengungkapkan kekagumannya akan kelebihan pewarnaan alami pada batik, khususnya indigo.

"Pada zaman Keraton, ratusan tahun lalu dan zaman Mataram ada proses pewarnaan yang dinamakan mbironi, yang artinya biru atau menjadikan biru,"

"Kalau kita lihat batik keraton identik dengan warnanya yang coklat. Tapi sebelum diwarnai coklat, kain diwarnai biru dulu dengan indigo, karena indigo itu bisa menyerap sampai ke serat kain paling tipis."

"Waktu itu tekstil diwarnai dengan indigo, pada saat itu demand sangat tinggi makanya dihargai dengan harga emas. Pada saat itu pula warna tersebut dikatakan sebagai blue gold, itulah di mana awalnya indigo keluar dan dikenal,"

Demikian kata Zahir dalam peluncuran bukunya di Jakarta, baru-baru ini.

Baca juga: 3 Cara Merawat Kain Batik agar Tidak Mudah Rusak 

Javanese Indigo Batik: Discovering the Ancient Wisdom of the Indigo Natural-Dyeing Process. Instagram / @bykelir Javanese Indigo Batik: Discovering the Ancient Wisdom of the Indigo Natural-Dyeing Process.

Zahir mengatakan alasan di balik dirinya membuat buku tersebut karena dia ingin merekam perjalanannya untuk menemukan dan mendokumentasikan kembali seni pewarnaan alami dengan indigo yang nyaris hilang karena kurangnya transfer ilmu, riset dan dokumentasi.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Rekomendasi untuk anda
28th

Tulis komentarmu dengan tagar #JernihBerkomentar dan menangkan e-voucher untuk 90 pemenang!

Syarat & Ketentuan
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE
Laporkan Komentar
Terima kasih. Kami sudah menerima laporan Anda. Kami akan menghapus komentar yang bertentangan dengan Panduan Komunitas dan UU ITE.
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Verifikasi akun KG Media ID
Verifikasi akun KG Media ID

Periksa kembali dan lengkapi data dirimu.

Data dirimu akan digunakan untuk verifikasi akun ketika kamu membutuhkan bantuan atau ketika ditemukan aktivitas tidak biasa pada akunmu.

Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com