Oleh: Inge Shafa Sekarningrum dan Ikko Anata
KOMPAS.com - Sadarkah jika terkadang kita masih suka membandingkan diri sendiri dengan orang lain? Tanpa sadar kamu pasti pernah membandingkan diri dengan orang lain.
Apa yang mereka punya, kelebihan mereka, apa pun yang menurut kamu terlihat lebih baik, pasti tanpa sadar membuat kamu bertanya-tanya, “Apakah aku sudah mendapatkan hal yang sama baiknya seperti mereka?”
Atau mungkin penilaian pada seseorang ke orang lainnya, bisa membuat pandanganmu berbeda. Tapi, apakah kamu pernah menjumpai tren “He/she is a 10, but…" ?
Tren tersebut sempat menjadi topik hangat di media sosial hingga banyak orang ikut meramaikannya.
Seperti dalam podcast Kosan HAI bertajuk “Kosan HAI: Banni Anya Maen Games : He/she's a 10, But....” yang dapat diakses melalui spoti.fi/3fhWrFJ dengan obrolan seru dari Anya dan Banni.
Awalnya, tren games tersebut ramai dimainkan oleh orang-orang di luar negeri. Lalu turut ramai sampai dalam negeri. Bahkan, tak sedikit selebriti yang ikut memainkan games ini, loh.
Asal kamu bisa memainkannya dengan bijak, games ini juga bisa bermanfaat sebagai hiburan dengan teman.
Tetapi ada kalanya, terlalu sering membanding-bandingkan orang lain atau membandingkan diri dengan orang lain justru membuat kita jadi memiliki standar hidup dari orang lain pula.
Terlalu banyak membandingkan menyebabkan ketidakbahagiaan dan harga diri rendah. Kita menjadi frustrasi dengan diri kita sendiri karena "tidak cukup baik", atau marah dengan orang lain.
Beberapa contoh perbandingan di kehidupan nyata adalah saat seorang perempuan melihat seseorang sedang berjalan di jalan dan berpikir, "Aku berharap aku bisa secantik dia." Bahkan tak hanya itu. Hal tersebut juga bisa melalui media sosial.
Sebenarnya, mengapa seseorang sering membandingkan diri dengan orang lain? Manusia adalah makhluk sosial, dan perbandingan adalah hal biasa sepanjang sejarah kita.
Baca juga: Bukan Liburan, Ternyata Ini Arti “Healing” Sebenarnya
Platform media sosial seperti Twitter, Instagram, TikTok, dan Facebook membombardir kita dengan postingan tentang kekurangan kita. Aplikasi ini adalah jebakan perbandingan yang mendorong kita untuk mempertanyakan aspek kehidupan kita sendiri.
Sangat mudah untuk melupakan bahwa media sosial adalah sorotan utama kehidupan orang lain. Kita akan selalu melihat momen terbaik mereka, tetapi biasanya tidak menyaksikan perjuangan mereka.
Kita sering membandingkan kualitas-kualitas kita yang lebih rendah dengan kualitas-kualitas terbaik seseorang dan mencondongkan penilaian kita.