KOMPAS.com - Saat ini, kita hidup di dunia yang serba cepat. Kecanggihan teknologi mengharuskan kita untuk terus "online" dan memantau perkembangan terkini.
Di dunia yang penuh tekanan itulah, menggeluti hobi tertentu --seperti mengoleksi jam tangan mekanis-- bisa menjadi pelarian sekaligus bentuk pemberontakan.
Minat pasar terhadap jam tangan mekanis selalu tinggi. Wajar memang, sebab selain fungsinya dalam menunjukkan waktu, jam tangan mekanis juga dapat melambangkan status seseorang.
Pada saat yang bersamaan, jam tangan pintar (smartwatch) terus membanjiri pasar jam tangan.
Dalam artikelnya, jurnalis DMarge Jamie Weiss menuliskan, keberadaan jam tangan pintar saat ini mewakili sekitar 15 persen dari semua penjualan jam tangan. Tren tersebut diperkirakan akan meningkat.
Baca juga: Jam Tangan Kuarsa, Bukan Jam Murahan yang Kalah dari Arloji Mekanis
Jam tangan pintar dilengkapi berbagai aplikasi dan fitur terkait kesehatan, mulai dari melacak detak jantung hingga memantau tingkat stres.
Karena memiliki beragam fungsi yang membuat hidup menjadi lebih mudah, kita dapat berargumen jika jam tangan pintar baik untuk kesehatan kita.
Namun menurut Weiss, memakai jam tangan mekanis sebenarnya jauh lebih baik untuk kesehatan mental individu dibandingkan jam tangan pintar.
"Saya belum lama ini memutuskan untuk menukar jam tangan mekanis dengan jam tangan pintar selama sebulan," tulis Weiss.
Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.