Oleh: Zen Wisa Sartre dan Ristiana D. Putri
KOMPAS.com - Cinta memang sulit didefinisikan dan tidak jarang malah menyulitkan. Meskipun begitu, jatuh cinta merupakan perasaan normal yang dimiliki manusia. Akan tetapi, jatuh cinta yang mengakibatkan perselingkuhan pastinya merupakan sebuah masalah.
Dalam konteks tersebut, tentunya cinta sangatlah buta dan tidak logis. Mengapa membangun hubungan romansa di kala ada yang tersakiti?
Bersama Erwinda Tri Satya, Psikolog Klinis Riliv, hal inilah yang menjadi topik utama dalam siniar Obrolan Meja Makan bertajuk “Mengatasi Luka Akibat Perselingkuhan Pasangan” yang dapat diakses melalui tautan berikut dik.si/OMMSelingkuh.
Lebih dari itu, budaya patriarki juga kerap menyalahkan salah satu individu yang terlibat, seperti pelabelan “pelakor”. Istilah ini disematkan kepada perempuan yang dituding menjadi perebut suami atau laki-laki yang sedang berada dalam suatu hubungan.
Meski sebuah relasi romansa selalu dikonstruksi oleh dua orang, namun perempuan malah menjadi yang tertuduh.
Keadaan ini sangat memprihatinkan karena masih adanya ketimpangan gender, bahkan dalam suatu hubungan dua orang. Adapun biasanya, cinta dalam suatu hubungan berawal interaksi di antara keduanya yang intens, baik karena satu tempat pekerjaan maupun sedang menghadapi masalah yang sama.
Baca juga: Apakah Normal Jika Anak Miliki Teman Khayalan?
Perasaan sama dan senasib itu membuat dua orang yang bersangkutan membangun kedekatan dan keintiman dalam hubungan. Saat merasa jatuh cinta, perasaan deg-degan dan nyaman akan terus datang.
Sementara itu, suatu komitmen dengan orang lain tidak terpikirkan, bahkan risiko yang terjadi akibat hubungan terlarang tak masuk dalam pertimbangan.
Lantas, bagaimana mengatasi trauma pasca pasangan melakukan perselingkuhan? Melansir dari verywellmind, berikut adalah empat cara mengatasinya.
Menyayangi diri dengan memperbaiki pola tidur dan mengonsumsi makanan sehat atau kegiatan apa pun yang tujuannya merawat diri adalah sesuatu yang bagus.
Ada baiknya juga meluangkan waktu untuk menulis, membuat jurnal, atau berbicara dengan teman dan keluarga agar segala perasaan dan pikiran tidak menjadi beban tersendiri. Bahkan, tidak ada salahnya untuk mengunjungi pihak profesional agar masalah dapat teratasi dengan tepat.
Salah satu yang penting ketika menghadapi trauma pasca perselingkuhan adalah dapat mengontrol perasaan agar tidak meledak-ladak dan menyebabkan masalah di kemudian hari.
Bila memang pikiran tentang perselingkuhan tidak bisa dihindari, ada baiknya menjadwalkan atau beri waktu, sehingga pikiran-pikiran negatif ini tidak mengganggu aktivitas kita sepenuhnya.
Saat jadwal untuk pikiran negatif itu selesai, kita harus mendisiplinkan diri untuk melakukan hal yang lain. Penting juga untuk mengalihkan pikiran dengan berkegiatan yang positif atau mulai fokus pada pengembangan diri.