Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Kompas.com - 20/02/2023, 09:00 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

PERNYATAAN seorang “selebgram” tentang tidak mau punya anak yang kemudian menjadi viral, menarik untuk didiskusikan lebih lanjut.

Secara sosiologis, kasus keluarga yang tidak ingin memiliki anak, atau seringkali disebut sebagai "childfree" atau "voluntarily childless" tentu jika dijadikan pijakan dalam mengelola unit terkecil dari entitas sosial ini, bisa memberikan dampak buruk pada masa mendatang.

Memang, terdapat sejumlah alasan yang menyebabkan suatu keluarga memutuskan untuk tidak memiliki anak.

Secara umum alasan yang sering muncul antara lain pertimbangan finansial, perhatian pada karier, kesadaran lingkungan, dan atau pilihan hidup.

Bagi para pelaku, meski ada sejumlah alasan yang melatarinya, tetap saja ada tekanan sosial dan stigma negatif yang masih melekat.

Mereka cenderung menganggap orang yang tidak memiliki anak sebagai orang yang kurang lengkap atau tidak 'normal'.

Jika menggunakan logikanya, pertimbangan childfree bisa dijelaskan sebagai berikut:

Pertama, masalah finansial. Bisa jadi ini alasan paling jamak. Kalangan ini mengalkulasi besaran biaya merawat anak, termasuk biaya kesehatan, pendidikan, dan kebutuhan sehari-hari, yang kemudian dikaitkan dengan kemampuan mereka sendiri.

Perhatian pada karier: Banyak orang juga memilih untuk tidak memiliki anak karena mereka ingin fokus pada karier mereka.

Merawat anak membutuhkan waktu dan tenaga besar, dan beberapa orang mungkin memilih untuk fokus pada karier mereka daripada membagi waktu dan perhatian mereka antara karier dan anak.

Kedua, kesehatan. Ada kelompok pasangan memilih untuk tidak memiliki anak karena masalah kesehatan mereka, seperti masalah kesuburan, atau risiko genetik yang tinggi terhadap penyakit tertentu.

Ketiga, meski sedikit ada juga yang beralasan bahwa tidak punya anak adalah penawar tua atau antiaging. Persepsi ini meski belum terbukti secara ilmiah, mulai banyak dianut.

Keempat, adanya kesadaran lingkungan. Terdapat sejumlah orang yang begitu khawatir dampak pertumbuhan populasi manusia terhadap lingkungan. Mereka memilih melakukan bagian mereka untuk membantu mengurangi tekanan pada sumber daya alam.

Kelima, keputusan dalam pilihan hidup. Kalangan memilih untuk tidak memiliki anak karena itu adalah pilihan hidup mereka. Alasannya bisa macam-macam seperti ingin menikmati kebebasan dan fleksibilitas dan sebagainya.

Sebelum membahas lebih jauh tentang fenomena di atas, Clifford Geertz (1926-2006) adalah seorang antropolog terkenal yang melakukan penelitian tentang masyarakat Jawa pada 1950-an dan 1960-an.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Terkini Lainnya

Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Lengkapi Profil
Lengkapi Profil

Segera lengkapi data dirimu untuk ikutan program #JernihBerkomentar.

Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com