Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Sejarah Tupperware, Koleksi Berharga Para Ibu yang Terancam Bangkrut

Kompas.com - 11/04/2023, 14:49 WIB
Sekar Langit Nariswari

Penulis

KOMPAS.com - Jenama favorit ibu-ibu, Tupperware dikabarkan terancam bangkrut.

Hal ini tak lain karena kinerja bisnisnya yang menurun selama beberapa tahun terakhir.

Belakangan, Tupperware memang berusaha menarik minat konsumen muda dengan rebranding produknya.

Baca juga: Tupperware Terancam Gulung Tikar

Sayang langkah ini belum berhasil sehingga penjualan produk rumahan ini kalah bersaing dengan merek lainnya.

Tupperware, koleksi berharga para ibu

Tupperware merupakan merek perlengkapan makanan favorit banyak keluarga di Indonesia.

Tak hanya itu, produk Tupperware sering kali menjadi barang berharga para ibu-ibu sehingga keberadaannya begitu krusial.

Jangan sampai menghilangkannya jika tak mau merasakan murka ibu kita tersayang, begitu kelakar sejumlah warganet.

Hal ini berkaca dari pengalaman banyak orang yang pernah jadi sasaran kemarahan ibunya akibat menghilangkan produk Tupperware.

Tupperware memiliki nilai yang begitu berharga sehingga beberapa tahun lalu sempat tersiar kabar jika produk tersebut bahkan bisa digadaikan jika pemiliknya butuh dana segar.

Baca juga: Viral, Pegadaian Terima Tupperware, Tertarik?

Mungkin hal ini tidak mengherankan karena masyarakat Indonesia sempat menjadi pasar terbesar Tupperware di tahun 2013.

Penjualannya mencapai lebih dari 200 juta dollar AS saat itu, mengungguli Jerman, berdasarkan laporan The New York Times.

Earl Tupper penemu Tupperwaregoodhousekeeping.com Earl Tupper penemu Tupperware
Tupperware adalah merek Amerika Serikat yang muncul di tahun 1946 dan berawal dari sebuah kaleng cat.

Pebisnis sekaligus ahli kimia, Earl Silas Tupper saat itu terinspirasi untuk membuat cetakan di pabrik plastik, tak lama setelah era Depresi Hebat di AS.

Baca juga: Sejarah dan Fakta Tupperware, Wadah Makanan yang Jangan Sampai Hilang!

Ia berniat merancang segel kedap udara untuk wadah penyimpanan plastik, seperti kaleng cat, agar keluarga miskin yang terdampak perang bisa menghemat uang untuk menyimpan makanannya.

Teknologi itu lalu disebut sebagai "segel bersendawa" yang lalu dipatenkan untuk dipasarkan lebih luas.

Wadah ini yang kemudian merevolusi cara dunia menyimpan, menyajikan, dan menyiapkan makanan sekaligus menjadi cikal bakal produk Tupperware lainnya

Penemuan ini juga membantu banyak orang untuk tidak lagi membuang-buang makanan dan menghasilkan sampah dapur berlebihan.

Banyak bahan makanan memiliki masa pakai lebih lama karena teknologi kedap udara yang ditawarkan Tupperware.

Baca juga: Cara Menyimpan Makanan agar Tak Mudah Basi

Dalam situs resminya, Tupperware menyebut koleksi produknya didorong oleh keinginan untuk membantu menghemat waktu, uang, ruang, makanan, dan energi untuk orang-orang di seluruh dunia.

Dipasarkan oleh para wanita

Tupperwarewww.goodhousekeeping.com Tupperware
Tupperware diciptakan oleh pebisnis pria namun perkembangannya lekat dengan peran wanita.

Merek ini dipasarkan dengan strategi yang disebut Tupperware Party dengan promosi lewat acara sosial Kaum Hawa termasuk pesta, arisan, atau sekadar agenda santai lainnya.

Namun penjualan dan popularitasnya meledak di era 1950-an, sebagian besar berkat pengaruh para perempuan yang sukses memengaruhi sekitarnya untuk menggunakan produk serupa.

Konsep ini juga memungkinkan para perempuan mendapatkan penghasilan dengan menjaga peran domestiknya, yang saat itu masih amat jarang.

Baca juga: Seorang Pria Tembak Kakaknya setelah Bertengkar soal Tupperware

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com