Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

3 Penyebab Kita Menguap, Ternyata Bukan karena Bosan

Kompas.com - 27/06/2023, 09:55 WIB
Dinno Baskoro,
Sekar Langit Nariswari

Tim Redaksi

Sumber Yahoo Life

KOMPAS.com - Menguap dapat diartikan sebagai refleks yang terjadi pada wajah dengan membuka mulut lebar-lebar sambil menghirup oksigen dalam jumlah banyak.

Aktivitas yang satu ini biasanya diikuti dengan jeda singkat, pelepasan ketegangan otot yang cepat dan pernapasan.

Menguap sering diasosiasikan dengan rasa kantuk atau lelah namun juga dikaitkan karena seseorang merasa bosan.

Tidak heran banyak adegan TV atau film yang menampilkan seseorang menguap ketika mendengarkan atau terlibat dalam obrolan yang membosankan.

Tapi apa benar menguap ini bisa terjadi karena seseorang merasa bosan? Berikut penjelasan lengkapnya.

Baca juga: Apa Itu Menguap yang Dilakukan Orang Saat Merasa Mengantuk? 

Alasan menguap saat merasa bosan

Karen D. Sullivan, Ph.D, seorang ahli saraf berlisensi dari North Carolina menyatakan pemahaman jika menguap disebabkan oleh kebosanan merupakan fakta yang keliru.

Tidak ada satu penelitian pun yang menyebut kalau rasa bosan bisa memicu refleks tubuh kita untuk menguap.

"Keterkaitan kebosanan sebenarnya lebih berkaitan dengan efek kantuk, atau di saat kita tidak terlibat dengan sesuatu di lingkungan kita," katanya, seperti dilansir dari Yahoo News.

Studi telah menemukan bahwa menguap meningkatkan gairah dan meningkatkan sirkulasi.

Dalam lima detik saat kita menguap, tubuh dan otak akan mendapatkan asupan oksigen dan peningkatan sirkulasinya.

Selain itu, menguap juga diasosiasikan seperti "tambahan kafein", sehingga kapan pun kita merasa terancam karena kekurangan stimulasi, bagian dari otak yang mengontrol menguap itu bekerja.

Baca juga: 4 Cara Meningkatkan Energi di Pagi Hari Tanpa Kafein

Berikut beberapa alasan atau penyebab kita menguap dan tidak ada hubungannya dengan rasa bosan.

1. Pengaturan suhu otak

Aktivitas seperti menguap dapat memfasilitasi pendinginan otak. Ini terjadi melalui aliran darah, menghirup udara dingin dan sesekali mengucek mata.

Menurut satu studi, menguap terjadi sebelum, selama dan setelah kejadian termoregulasi abnormal yaitu tekanan panas atau peningkatan suhu otak inti.

Tak heran jika beberapa orang dengan penyakit yang disertai gejala termoregulasi abnormal seperti multiple sclerosis (MS), epilepsi, kecemasan dan trauma kepala mengalami menguap berlebihan.

Baca juga: Orang Lain Menguap, Kenapa Kita Ketularan? 

Ilustrasi menguap. Setiap kali menguap, seringkali kita seperti menangis karena air mata tiba-tiba menetes.SHUTTERSTOCK/Stokkete Ilustrasi menguap. Setiap kali menguap, seringkali kita seperti menangis karena air mata tiba-tiba menetes.

2. Peningkatan fungsi pernapasan

Menurut Sullivan, saluran pernapasan cenderung lebih lebar pada saat menguap.

Kondisi ini merupakan refleks normal tubuh saat tubuh memerlukan peningkatan fungsi saluran pernapasan.

Hipotesis baru-baru ini menunjukkan bahwa peregangan dan reposisi otot-otot di saluran pernapasan bagian atas dapat meningkatkan fungsi pernapasan secara optimal.

3. Empati sosial

Menguap itu bisa menular berkat sistem neuron cermin otak yang dianggap sebagai fenomena evolusi terkait dengan kemampuan kita untuk meniru, berempati dan berpartisipasi dalam perilaku kelompok.

"Ini seperti kembali ke pra-bahasa, sebelum manusia dapat berkomunikasi."

"Beginilah cara kita benar-benar berkembang sebagai spesies melalui pembelajaran sosial," tutup Sullivan.

Baca juga: Studi Ungkap, Semakin Lama Menguap Semakin Besar Otak yang Dimiliki

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com