Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Memakai Batik Printing, Tidak Tahu atau Terpaksa?

Kompas.com - 20/07/2023, 08:00 WIB
Dinno Baskoro,
Wisnubrata

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Batik merupakan warisan budaya yang berharga dan anak-anak muda memiliki peran kunci dalam melestarikan serta menghidupkan kembali seni dan cerita dari batik itu sendiri.

Namun sayangnya, di era modern seperti sekarang ini tidak semua orang paham mengenai apa yang dimaksud kain batik dan bedanya dengan kain bermotif batik.

Sesuai dengan kesepakatan Konvensi Batik Internasional yang diselenggarakan di Yogyakarta tahun 1997 batik didefiniskan sebagai kain yang pembuatannya melalui proses penulisan gambar atau ragam hias pada media apapun dengan menggunakan lilin batik (wax/malam) sebagai alat perintang warna.

Pada pembuatan batik, lilin batik diaplikasikan pada kain untuk mencegah penyerapan warna pada saat proses pewarnaan.

Pada kain batik yang dibuat dengan cara di atas, kita akan menemukan motif atau garis yang tidak konsisten besar kecilnya dan bentuknya karena lilin atau malam yang luber.

Selain itu, bagian belakang kain akan menunjukkan sisa-sisa pengerjaan, berupa warna yang tembus dan lainnya.

Sementara saat ini banyak pula kain bermotif batik atau batik printing, yang oleh banyak pihak tidak dianggap batik, bila merujuk pada kesepakatan Konvensi Batik Internasional.

Kain printing batik, motifnya bakal terlihat sangat halus dan rapi. Sedangkan dibalik kain umumnya tidak terlihat adanya bekas warna alias mulus.

Oleh karenanya, walau kelihatannya indah, namun batik printing harganya lebih murah karena merupakan cetakan mesin, tidak melibatkan pemakaian lilin atau malam.

Baca juga: Batik Apakah yang Anda Kenakan Hari Ini?

 

Ilustrasi membatikViktorPhoto Ilustrasi membatik
Meski demikian, untuk mata awam, beberapa batik printing sulit dibedakan dari batik asli karena dibuat menggunakan pola batik aslinya, sehingga beberapa “kesalahan” tercetak pula dalam kain tersebut, dan dibutuhkan kejelian saat membedakannya.

Tidak ada yang salah memang, bila seseorang memilih menggunakan kain printing motif batik. Tapi kehadiran motif batik printing itu kerap memicu dilema bagi para pegiat batik.

Metode printing yang memungkinkan batik diproduksi secara massal dengan waktu singkat, serta harga yang relatif murah dianggap kurang memiliki nilai seni dibandingkan batik cap atau tulis.

Pendapat desainer

Desainer kenamaan sekaligus seniman batik, Phillip Iswardono mengatakan bahwa batik itu mencerminkan proses panjang yang memiliki nilai seni.

"Wastra atau batik itu kan sebuah perjalanan yang tidak hanya dilihat dari motif atau warnanya saja," katanya saat ditemui Kompas.com di Jogja Fashion Trend 2023, Yogyakarta, baru-baru ini.

Batik juga lebih dari sekadar kain, karena warisan budaya ini mewakili nilai-nilai budaya, identitas bangsa, serta sejarah dan tradisi yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Afif Syakur, desainer yang fokus pada karya wastra juga menuturkan pendapat yang sama.

Dia mengatakan bahwa metode pembuatan batik ini pun tak lepas dari ciri khasnya yaitu pewarnaan kain, motif batik yang ditulis langsung menggunakan lilin malam dalam pola yang sudah ditentukan, hingga proses pencelupan ke dalam pewarna.

Proses-proses itulah yang menjadi ciri khas batik dan memiliki nilai cerita tersendiri bagi kehidupan masyarakat sejak dulu.

Berbagai upaya untuk terus melestarikan batik sebagai warisan budaya pun terus dilakukan agar keindahan, cerita, nilai seni dan keunikan dari batik ini tetap terjaga dan dapat dinikmati oleh generasi mendatang.

"Kami menyadari bahwa edukasi masyarakat juga tidak mudah. Harus lebih selektif lagi kalau masuk ke toko misalnya agar bisa membedakan mana batik cap, batik tulis dan printing."

"Edukasi ini memang terus dilakukan oleh pegiat fesyen dan pecinta mode. Masyarakat harus menyadari bahwa penggunaan batik tulis atau cap itu menjadi kebanggaan tersendiri karena ada proses rumit hingga cerita di balik motif batik," tutur Afif dalam kesempatan berbeda di JFT 2023, Yogyakarta.

Baca juga: Makna dan Filosofi Batik Motif Semen Rama yang Dipakai Menlu AS di EAS 

Koleksi batik Tjiptowarno di JFT 2023KOMPAS.COM / DINNO BASKORO Koleksi batik Tjiptowarno di JFT 2023

Pada kesempatan lain, desainer sekaligus pemilik jenama Tjiptowarno, Titut Damayani juga menuturkan hal serupa.

Dia terus berupaya mendorong generasi muda untuk bisa melestarikan batik sebagaimana mestinya.

"Kalau yang namanya printing dari segi harga sudah jelas (berbeda dengan batik cap atau tulis). Itu harus diedukasi lagi ke anak muda untuk bangga menggunakan wastra dengan cara yang benar," kata Titut Damayani, saat ditemui Kompas.com di JFT 2023.

Dalam hal ini, para pegiat dan desainer secara garis besar menyampaikan pesan bahwa generasi muda saat ini diharapkan bisa memiliki pemahaman yang tepat terkait batik. 

Tujuannya agar generasi penerus tetap bisa membawa kembali kejayaan batik dan memastikan seni kain tradisional bisa berdampingan dengan tren global di era modern ini.

Adapun alasan seseorang menggunakan batik printing ini bisa macam-macam, mungkin karena alasan ekonomi di mana mereka tidak mampu atau tidak rela membeli batik asli yang harganya relatif lebih mahal, atau karena tidak tahu mana yang batik dan mana yang printing.

Dalam kesempatan terpisah, Dr. Ratna Panggabean, M.Sn, pengajar di ITB sekaligus penggiat kain Nusantara menyebutkan bahwa tidak semua orang bisa membeli kain buatan tangan yang harganya pasti lebih mahal.

"Kita tidak perlu menyalahkan, karena tidak semua orang mampu. Kalau bisanya membeli printing ya sudah, harap dimaklumi," ujarnya saat berbincang-bincang dengan Kompas.com.

Meski begitu, mereka yang mampu bisa memiliki lebih banyak pilihan jika ingin menggunakan kain batik tulis atau batik cap.

Baca juga: Vespa Batik X Iwan Tirta, Ada Filosofi Budaya Indonesia di dalamnya 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com