Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Taufan Teguh Akbari
Dosen

Pengamat dan praktisi kepemudaan, komunikasi, kepemimpinan & komunitas. Saat ini mengemban amanah sebagai Wakil Rektor 3 IKB LSPR, Head of LSPR Leadership Centre, Chairman Millennial Berdaya Nusantara Foundation (Rumah Millennials), Pengurus Pusat Indonesia Forum & Konsultan SSS Communications.

Memahami Konsep "Fashion Leadership" bagi Pegiat Kreatif Mode Tanah Air

Kompas.com - 07/08/2023, 17:57 WIB
Anda bisa menjadi kolumnis !
Kriteria (salah satu): akademisi, pekerja profesional atau praktisi di bidangnya, pengamat atau pemerhati isu-isu strategis, ahli/pakar di bidang tertentu, budayawan/seniman, aktivis organisasi nonpemerintah, tokoh masyarakat, pekerja di institusi pemerintah maupun swasta, mahasiswa S2 dan S3. Cara daftar baca di sini

Menurut World Bank, industri fashion menyumbang 10 persen emisi karbon. Setiap tahunnya, setengah juta ton microfiber dibuang ke laut. Oleh karena itu, pola pikir keberlanjutan menjadi sesuatu yang harus ada di dalam pemimpin dunia fashion.

Terakhir, pemimpin dalam dunia fashion harus mampu membangun kolaborasi dengan banyak pihak.

Sudah banyak brand besar yang berkolaborasi agar menghasilkan dampak dan jangkauan yang lebih luas. Misalnya, brand Crocs berkolaborasi dengan KFC, Nike Air Force dan Tiffany & Co, dan Adidas dengan Prada.

Kolaborasi ini yang membuat fashion jadi lebih bernilai, prestise, dan menjangkau lebih banyak orang dan pasar.

Fashion dan tantangan kepemimpinan

Kalau kita melihat tren fashion saat ini, kita akan lebih menyadari bahwa kemampuan dan trait di atas sangat penting.

Di Indonesia, ada beberapa tren mode yang eksis, yaitu sustainable, modest, dan halal. Masing-masing memiliki tantangannya tersendiri. Pemimpin di industri ini harus memahaminya sehingga mampu mengambil keuntungan dari tren yang berkembang.

Pertama adalah tren sustainable atau slow fashion. Industri mode saat ini bergerak ke arah sana karena tuntutan untuk menjadikan industri ini lebih ramah lingkungan.

Fashion menghasilkan limbah paling banyak ketiga. Mengutip dari Kompas, pada 2019, industri tekstil Indonesia telah menghasilkan 2,3 juta ton limbah. Diperkirakan pada 2030, jumlahnya akan meningkat menjadi 3,5 juta ton.

Oleh karena itu, slow fashion menjadi salah satu pilihan yang diambil untuk tetap mengikuti mode sekaligus menjaga lingkungan.

Slow fashion diterapkan karena menurut Dina Midiani, Direktur dari Indonesia Fashion Chamber, industri ini menjadi penyumbang limbah terbesar kedua.

Sustainable fashion itu sudah menjadi concern dunia. Kita tahu industri fashion itu penyumbang kedua terbesar limbah lingkungan. Salah satunya karena adanya tren fast fashion,” ucapnya.

Masyarakat Indonesia juga sudah sadar terhadap kerusakan lingkungan dan ingin berkontribusi sekecil apapun yang mereka bisa.

Pemilihan pakaian menjadi salah satu aspek yang ingin masyarakat kurangi. Menurut survei dari Stylo Indonesia 2022, sebanyak 78 persen responden mengaku tertarik dengan konsep sustainable fashion.

Tren fashion kedua adalah industri fashion Muslim. Salah satu alasan kuat mengapa fashion Muslim akan menjadi tren adalah dari segi jumlah pemeluk agama Islam.

Ada sekitar dua miliar penduduk Muslim dan Indonesia menjadi negara terbesar, yaitu 231 juta. Tentu ini menjadi potensi sangat besar bagi pemimpin atau pelaku industri fashion.

Terlebih, berdasarkan data BPS 2022, pada semester I, nilai ekspor industri fashion Muslim meningkat 39,86 persen dibandingkan 2021.

Namun demikian, baik dalam konteks slow fashion maupun mode secara umumnya, pemimpin menghadapi berbagai tantangan. Salah satunya adalah minimnya sumber daya manusia (SDM) yang mumpuni.

Hypefast, perusahaan yang telah membantu banyak merek lokal mengungkapkan bahwa 72 persen menganggap SDM menjadi tantangan utama. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia masih kekurangan SDM di industri ini.

Tantangan kedua adalah persaingan ketat. Keberadaan internet membuat semua pengusaha di manapun memiliki peluang yang sama menjual produknya.

Platform e-commerce yang tersedia memberikan kemudahan bagi konsumen dalam memilih produk yang sesuai dengan seleranya. Alhasil, brand lokal harus menonjolkan keunikan agar produknya diminati oleh konsumen.

Lim & Windows (2020) menambahkan, tingginya persaingan dalam industri fashion mengharuskan pemimpin untuk mengembangkan strategi yang membedakan merek mereka dari pesaing.

Tantangan ketiga adalah perubahan tren yang cepat. Kita bisa melihat contoh nyatanya saat film Barbie diputar di bioskop. Menjelang peluncurannya, muncul fenomena fashion yang bernama Barbiecore.

Singkatnya, Barbiecore adalah tema fashion yang terinspirasi oleh boneka Barbie. Saat menonton film Barbie, banyak orang yang berbusana warna pink sebagai bentuk ekspresi mereka ataupun mengikuti tren.

Tren yang muncul ini membuat pemimpin brand lokal harus berusaha lebih keras untuk menyesuaikan produknya.

Tren fashion saat ini juga dipengaruhi oleh artis atau selebriti. Penggunaan fashion tertentu oleh influencer berpotensi menarik minat netizen yang mengikuti kiprahnya di media sosial.

Contohnya adalah penggunaan sneakers. Founder Gio Saverino, Rowi, berpendapat bahwa selebriti dan influencer memengaruhi penggunaan sneakers.

“(peran selebritas dan influencer) sangat besar. Sekarang kita dapat melihat banyak selebritas maupun influencer menggunakan sneakers di acara formal maupun non-formal,” kata dia.

Setiap tantangan yang ada di industri fashion saling berkelindan. Faktor selebriti memengaruhi mode tertentu, yang akan memicu permintaan pasar.

Permintaan yang membludak di satu sisi menguntungkan. Jika brand lokal tidak memiliki sumber daya manusia mumpuni, maka mereka akan kesulitan memetik keuntungan dari tren yang muncul ataupun peluang potensial lainnya.

Halaman:

Artikel ini merupakan bagian dari Lestari KG Media, sebuah inisiatif untuk akselerasi Tujuan Pembangunan Berkelanjutan. Selengkapnya

A member of
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com