Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

6 Tips Mendidik Anak agar Tidak Jadi Pelaku "Bullying"

Kompas.com - 18/08/2023, 12:58 WIB
Ryan Sara Pratiwi,
Lusia Kus Anna

Tim Redaksi

KOMPAS.com - Sebagai orangtua, kita mungkin khawatir jika anak kita mendapatkan perlakuan yang tidak menyenangkan dari temannya. Namun, kita juga akan sedih mengetahui anak kita menjadi pelaku perundungan (bullying) terhadap teman-teman sekolahnya.

Namun, ada beberapa langkah yang dapat kita lakukan untuk membesarkan anak yang berempati dan baik hati.

"Penting untuk mengajarkan anak-anak jika mereka ada masalah dalam bergaul dengan orang lain, hal itu dapat dianggap sebagai bullying," jelas seorang psikolog anak di Cleveland Clinic, Amy Lee, PhD.

"Dan ketika kita melihat perilaku bullying, maka sebagai orangtua, kita harus memastikan perilaku tersebut akan diperbaiki dan dihentikan," terangnya.

Baca juga: 5 Dampak Serius pada Korban Bullying, Bisa Memicu Perilaku Agresif

Lebih lanjut, Lee memaparkan cara untuk menghentikan masalah ini dengan komunikasi yang terbuka dan tegas kepada anak.

Apa yang dimaksud dengan bullying?
Dalam beberapa tahun terakhir, kata "bullying" telah menjadi cara yang lebih umum untuk menggambarkan bagaimana seseorang memperlakukan orang lain dengan cara yang negatif.

Lee pun mendefinisikannya sebagai perilaku agresif berulang yang ditujukan kepada seseorang atau sekelompok orang untuk menggunakan kekuasaan terhadap orang atau kelompok tersebut.

Hal ini dapat mencakup mengendalikan, melecehkan, dan mengintimidasi orang lain.

Perundungan dapat terjadi di mana saja, dari kelas olahraga hingga online. Tetapi, bullying di dunia maya cenderung terjadi secara diam-diam dan lebih sulit dideteksi.

"Saya pikir satu hal yang perlu dipahami oleh orangtua adalah, anak-anak dapat menjadi pelaku dan korban bullying pada saat yang bersamaan," ungkap Lee.

"Meskipun bullying berkaitan dengan kekuasaan, seorang anak mungkin merasa tidak aman dengan hal lain dan menggunakan perundungan sebagai cara untuk merasa penting dan diperhatikan," jelasnya.

Apabila anak menjadi pelaku bullying, penting untuk menyadari bahwa kita tidak memiliki anak yang jahat, karena mereka mungkin hanya menggunakan perundungan sebagai strategi untuk mengelola situasi atau melindungi diri mereka sendiri.

Baca juga: Siswa SMA di Banjarmasin Tusuk Teman Sekolahnya, Ayah Korban Bantah Anaknya Pelaku Bullying

Ilustrasi anak sekolah yang menyadari tindakan perundunganPixabay/LumiNola Ilustrasi anak sekolah yang menyadari tindakan perundungan

Tips mencegah anak jadi pelaku bullying

Lee mengatakan untuk meletakkan fondasi sejak dini dengan mengajarkan anak beberapa keterampilan dasar, ketika anak sudah mulai menjalin pertemanan dengan orang lain.

"Kita perlu melakukan percakapan berulang kali dengan anak. Ini adalah proses berkelanjutan untuk mengajari mereka tentang pengendalian diri secara sosial dan emosi," terang Lee.

Berikut adalah beberapa tips yang dapat dilakukan.

1. Perkuat rasa hormat dan kebaikan
Kita mungkin pernah berbicara dengan anak kita tentang menghormati orang dewasa, tetapi pastikan mereka memahami bahwa mereka harus menghormati semua orang, termasuk anak-anak, dan harus memperlakukan mereka dengan baik.

"Memberi label pada perilaku dan tindakan mereka sebagai baik, suka menolong, dan lembut adalah cara yang baik untuk memperkuat kebaikan maupun rasa hormat," jelasnya.

Baca juga: Kisah Alqe, Siswa yang Sempat Di-bully Kini Berkuliah di Luar Negeri

2. Ajarkan bahasa emosional
Sejak usia dini ajarkan bahwa kita semua memiliki emosi. Hal ini dapat membantu anak berlatih berkomunikasi dengan orang lain dan memahami apa yang dirasakan orang lain.

"Beri label pada emosi (marah, senang, kecewa, dsb) untuk membantu anak-anak mengidentifikasi apa yang mereka rasakan ketika sesuatu terjadi," ungkap Lee.

"Hal ini dapat membantu anak memahami bahwa orang lain juga memiliki perasaan," tuturnya.

3. Berlatih memberikan perhatian positif untuk mengajarkan pengendalian diri
Menurut Lee, memberikan banyak perhatian pada perilaku anak yang positif dapat membuat anak terhindar dari perilaku bullying.

Misalnya, kita bisa mengucapkan "Terima kasih telah membantu", atau "Terima kasih telah mendengarkan".

Lee juga menambahkan, untuk setiap koreksi atau hukuman yang kita berikan pada anak, usahakan untuk memberi tahu mereka bahwa apa yang mereka lakukan sudah benar.

Perhatian positif jauh lebih ampuh untuk membentuk perilaku daripada perhatian negatif, hukuman atau koreksi.

Baca juga: Jangan Langsung Menghukum Anak, Ini Penjelasannya

4. Cobalah jeda waktu untuk menenangkan diri
Anak kita bukanlah malaikat yang sempurna selama 24 jam sehari, jadi pada saat-saat di mana mereka mungkin mengalami kemarahan, berdebat, atau menyerang orang lain, jangan memberikan perhatian berlebihan pada perilaku negatifnya.

"Gunakan jeda waktu sebagai cara untuk menenangkan diri. Singkirkan semua perhatian, dan beri anak waktu untuk menenangkan diri," saran Lee.

"Singkirkan anak dan benda yang menyebabkan konflik dari situasi tersebut dengan segera tanpa banyak bicara. Setelah semuanya tenang, kita baru bisa menyelesaikan masalah," jelasnya.

5. Memperkenalkan pemecahan masalah
Mungkin anak kita berulang kali memukul adiknya, dan kita telah berulang kali mengoreksi perilakunya, namun perilaku itu terus berlanjut.

Lakukan pemecahan masalah bersama untuk mencari tahu penyebabnya. Kita bisa berkata 'Kamu terus memukul adikmu. Ada apa?'.

"Dengan melakukan hal ini, kita mengajari anak untuk menyebutkan masalahnya dan mendapatkan perspektif mereka," terang Lee.

"Kemudian, dengan berbekal gambaran lengkap — mungkin si adik merusak mainan kakaknya — kita dapat menemukan solusi bersama," ujarnya.

Baca juga: Kapan Pertengkaran Antara Kakak Beradik Dianggap Tidak Normal?

6. Kenali teman-teman mereka
Perhatikan lingkaran pertemanan anak kita. Tidak bermaksud menguping pembicaraan anak  dan teman-temannya, tetapi amati bagaimana mereka berinteraksi satu sama lain.

"Orangtua adalah guru pertama bagi anak-anak. Orangtua dapat terus mengajarkan tentang kepedulian satu sama lain dengan menjadi teladan yang positif bagi teman-teman anak mereka," jelasnya.

Bagaimana jika anak jadi korban bullying?
Di sisi lain, jika anak kita yang menjadi korban bullying, maka tidak seharusnya mereka membalas dengan perilaku bullying juga.

Menurut Lee, perilaku agresif tetaplah perilaku agresif meskipun seseorang telah menyakiti kita terlebih dahulu.

"Agresi mungkin tampak seperti solusi dalam jangka pendek, tetapi pada akhirnya dapat menyebabkan masalah yang jauh lebih besar dalam hidup. Masyarakat lebih menghargai pengendalian diri dan ketegasan," ungkapnya.

Baca juga: 3 Rumah Sakit Ditegur Kemenkes Buntut Perundungan Dokter, Mana Saja?

Jadi meskipun mungkin ada budaya agresi verbal dalam beberapa hubungan anak kita, penting bagi mereka untuk belajar bagaimana mengelola diri mereka sendiri dengan cara yang tidak melanggengkan pola perilaku negatif ini dengan orang lain.

Lee memberikan beberapa contoh sebagai berikut:

• Anak-anak bisa belajar untuk berdiri dan berkata, "Hentikan!" atau "Kita tidak boleh melakukan itu" jika ada sesuatu yang sudah kelewatan.

• Jika mereka di-bully, ajarkan anak untuk tidak untuk membalas kemarahan atau rasa sakit hati kepada pelaku. Mereka bisa melaporkannya kepada orangtua, guru atau konselor di sekolah.

 

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com