KOMPAS.com - Korban Kekerasan Dalam Rumah Tangga (KDRT), Dokter Qory akan mencabut laporan hukum terhadap suaminya, Willy Sulistio.
Kasat Reskrim Polres Bogor AKP Teguh Kumara mengatakan, keinginan tersebut telah disampaikan secara lisan.
Menurutnya, ibu tiga anak itu berencana mencabut laporan karena masih menyayangi suaminya dan menganggap insiden kekerasan itu akibat emosi yang memuncak.
Baca juga: Masih Sayang, Dokter Qory Ingin Cabut Laporan KDRT yang Dilakukan Suaminya
Sontak, kabar terbaru ini membuat warganet gemas, apalagi dengan berbagai dukungan yang telah diberikan kepada Dokter Qory di media sosial.
Faktanya, keraguan untuk meninggalkan pelaku KDRT adalah fase yang kerap dialami korban.
Pemikiran itu bahkan menjadi tanda jika kekerasan domestik yang terjadi sudah berakar dalam sehingga memengaruhi pikiran korban sedemikian rupa.
Sering kali, perempuan yang jadi korban kekerasan domestik gagal meninggalkan hubungan yang mengandung kekerasan karena adanya ancaman psikologis, emosional, finansial, atau fisik.
Namun kita harus tetap memberikan dukungan bagi korban KDRT agar mereka bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik.
Baca juga: Kasus Dokter Qory, Ini 4 Fase yang Buat Korban KDRT Sulit Lepas
Ada sejumlah alasan yang membuat korban KDRT sulit meninggalkan pelaku kekerasan dan terjebak dalam 'lingkaran setan'.
Berikut uraiannya, seperti dikutip dari Women's Aid UK:
Korban KDRT enggan meninggalkan rumah dan pasangan yang melakukan kekerasan karena merasa itu bisa lebih membahayakan dirinya.
Ada kecemasan jika kondisi akan menjadi lebih buruk apabila melarikan diri atau memaksa untuk berpisah.
Baca juga: 4 Alasan Kenapa Korban KDRT Masih Mau Pertahankan Rumah Tangganya
Data menunjukkan, 41 persen perempuan yang dibunuh oleh pasangan laki-laki/mantan pasangannya di Inggris, Wales, dan Irlandia Utara pada tahun 2018 telah atau berusaha untuk berpisah
Sebelas dari 37 perempuan ini dibunuh dalam bulan pertama perpisahan dan 24 perempuan dibunuh dalam tahun pertama.
Perilaku KDRT sering kali dilakukan dengan cara mengisolasi korbannya.
Pelaku kekerasan berupaya melemahkan hubungan mereka dengan teman atau keluarga sehingga sulit mendapatkan dukungan.
Baca juga: Kenali, 3 Tanda Orang Terdekat jadi Korban Kekerasan Domestik
Pelaku juga tak ragu mengurangi kontak pasangannya dengan dunia luar agar korban tidak menyadari bahwa perilakunya kasar dan salah.
Isolasi tersebut membuat perempuan menjadi sangat bergantung pada pasangannya, secara fisik dan mental.
Pelaku KDRT sering kali sangat dihormati atau disukai di komunitasnya karena sikapnya yang menawan dan manipulatif.
Hal ini mencegah orang lain mengenali kekerasan yang terjadi dan semakin mengisolasi korban.
Pelaku KDRT juga sering kali meremehkan, menyangkal atau menyalahkan korbannya.
Baca juga: Sikap Romantis Berlebihan Kerap Jadi Pola Perilaku Pelaku KDRT
Akibatnya, korban merasa malu atau membuat alasan pada dirinyasendiri dan orang lain untuk menutupi kekerasan yang dialami.
Korban KDRT biasanya kerap mendapatkan hinaan dan pelecehan sehingga merasa tidak berharga, yang juga berdampak pada harga dirinya.
Mereka akhirnya tidak terbiasa memiliki kebebasan dan tidak mampu mengambil keputusan bahkan untuk meninggalkan hubungan penuh kekerasan itu.
Baca juga: Mengenal Trauma Bonding, Penyebab Korban KDRT Bertahan dengan Pelaku
Ada trauma yang dirasakan karena kerap didoktrin tidak mampu mengatur dirinya sendiri dan akan selalu membutuhkan pasangan, yang sebenarnya adalah pelaku KDRT.
Ketakutan tersebut selalu ada dan korban hidup di dunia yang penuh teror setiap hari.
Pelaku KDRT sering kali mengontrol setiap aspek kehidupan korbannya – sehingga mustahil untuk mendapatkan pekerjaan atau kemandirian finansial.
Dengan mengontrol akses terhadap uang, korban tidak mampu menghidupi diri mereka sendiri atau anak-anaknya.
Mereka mungkin takut anak-anak mereka dibawa pergi atau hidup terlantar sehingga tak mudah menerima bantuan yang ditawarkan pihak lain.
Baca juga: Cara Memberikan Pertolongan Saat Orang Terdekat Jadi Korban KDRT
Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.