Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

Karya Seni “Jiwa Ketok” Maestro S. Sudjojono Hadir dalam Fashion

Kompas.com - 18/06/2024, 10:10 WIB
Wisnubrata

Editor

KOMPAS.com - Banyak lukisan indah di dunia ini yang tidak lagi bisa dinikmati oleh masyarakat umum, terutama setelah dimiliki kolektor pribadi.

Karenanya, beberapa dari lukisan tersebut kemudian dibuat repro-nya, atau dicetak pada "kanvas" berbeda, seperti kain. Dan inilah yang dilakukan S. Sudjojono Center pada karya-karya Sindudarsono Sudjojono atau yang dikenal dengan S. Sudjojono.

Lewat brand “Djon & Rose”, lukisan S. Sudjojono dicetak di kain dan menjadi koleksi fesyen berupa dress, kebaya kutubaru, kemeja, kaos, abaya, pashmina, dan scarf. Adopsi karya seniman yang dijuluki Bapak Seni Rupa Modern Indonesia ini diluncurkan dalam peragaan busana terbatas di Pendopo Alam Sutera, Tangerang Selatan, Jumat, 14 Juni 2024. 

S. Sudjojono lahir di Kota Kisaran, Sumatera Utara, pada tahun 1913, dan meninggal di umur 71 tahun di Jakarta, tahun 1986. Sepanjang hidupnya S. Sudjojono menghasilkan sekitar seribu karya.

Salah satu lukisan yang berjudul "Pasukan Kita yang Dipimpin Pangeran Diponegoro" (Our Soldiers Led Under Prince Diponegoro) milik kolektor senior Indonesia, terjual dengan harga tiga kali lipat dari estimasi balai lelang Sotheby's di Hong Kong. 

Lukisan tersebut laku dijual di lelang internasional senilai Rp 85 milar, dan saat itu menjadi rekor penjualan tertinggi di Asia Tenggara.

Sesuai dengan gelarnya, S. Sudjojono adalah seniman Indonesia pertama yang memperkenalkan seni rupa modern, yang tidak sekadar indah namun enggambarkan realitas yang ada di masyarakat. Hal ini diwujudkan melalui karya-karya sang maestro yang merekam situasi sosial, politik, dan budaya Indonesia di masa lalu. 

Semangat ini diungkapkan melalui kredo atau dasar tuntunan hidup “jiwa ketok” atau jiwa yang kelihatan, yang berbunyi:

“Kesenian itu jiwa ketok. Kalau seorang seniman membuat suatu barang kesenian, maka sebenarnya buah kesenian itu tidak lain dari jiwanya sendiri yang kelihatan. Jadi kesenian adalah jiwa.” - S. Sudjojono

Djon & Rose, lukisan S. Sudjojono yang dicetak di kain dan menjadi koleksi fesyen Djon & Rose, lukisan S. Sudjojono yang dicetak di kain dan menjadi koleksi fesyen
Nah, agar "jiwa" itu bisa dilihat masyarakat luas, dihadirkanlah “Djon & Rose”.  

Maya Sudjojono, putri bungsu S. Sudjojono dan Rose Pandanwangi, Founder “Djon & Rose”, menjelaskan bahwa nama brand ini diambil dari panggilan akrab ayahnya, Pak Djon, dan nama panggilan ibunya, Rose.

"Sesuai logonya, yaitu kuas dan bunga mawar seperti dalam lukisan “Si Optimis”, “Djon & Rose” hadir untuk mengabadikan ekspresi “jiwa ketok” ayah saya akan kecintaannya pada seni dan pada Ibu saya. Ekspresi ini dihadirkan dalam berbagai lukisan yang dicetak ulang di atas pakaian, aksesori, juga berbagai merchandise,” ujar Maya.

Secara khusus “Djon & Rose” memilih lukisan-lukisan S. Sudjojono yang memiliki nilai sejarah untuk dicetak ke dalam berbagai produk, seperti lukisan Cap Go Meh (1940), salah satu lukisan tertua S. Sudjojono yang kini disimpan di Galeri Nasional Indonesia, Jakarta Pusat.

Kemudian lukisan “Gerak Baru” (1985), dengan warna-warni cerah yang menggambarkan sekelompok wanita muda yang berdansa dengan gaya dan busana tahun 80-an. Lukisan yang menjadi milik kolektor ini sebenarnya menggambarkan pesta ulang tahun Maya saat usia 17 tahun.

Kemudian ada lukisan “Tiga Wanita di Atas Bukit” (1950-1970 disimpan di Museum Seni Rupa dan Keramik, Jakarta Barat), dengan model Rose Pandanwangi berdiri di tengah. Tak lupa, lukisan “Pura Kembar” (1972) koleksi seorang kolektor, yang laku terjual senilai Rp 4 miliar di lelang seni Christie’s tahun 2006 silam.

Halaman:
Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com