Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+

2 Penyebab Korban Mom-Shaming Tidak Berani Melawan

Kompas.com - 05/07/2024, 10:10 WIB
Nabilla Ramadhian,
Wisnubrata

Tim Redaksi

JAKARTA, KOMPAS.com - Ketua Health Collaborative Center (HCC) Dr. dr. Ray Wagiu Basrowi, MKK, FRSPH. mengungkapkan, ada dua penyebab ibu yang menjadi korban mom-shaming tidak berani melawan.

Mom-shaming adalah tindakan mengkritik atau mempermalukan seorang ibu terkait cara dia membesarkan anaknya.

Biasanya, kritik yang dituturkan tidak membangun dan justru berdampak pada kesehatan fisik dan mental ibu. Mengapa ibu tidak berani melawan? Berikut alasannya:

1. Mom-shaming datang dari keluarga

Ada studi terbaru dari HCC yang berlangsung sejak Maret 2024 dan melibatkan 892 ibu di Indonesia sebagai responden.

Dari ratusan responden itu, 72 persen atau tujuh dari 10 ibu di Indonesia mengalami mom-shaming. Hanya 23 persen dari 72 persen yang berani melawan.

"Yang pertama, tidak berani melawan justru karena tidak ada dukungan dari core system," ujar dr. Ray di Jakarta, Senin (1/7/2024).

Core system yang dimaksud adalah support system yang dimiliki seorang ibu yang mencakup lingkungan tempat tinggalnya.

Kendati demikian, tidak semua ibu memiliki support system pada lingkup tersebut.

Baca juga: Jadi Korban Mom-Shaming, Hanya 23 Persen Ibu di Indonesia yang Melawan

“Sebanyak 53 persen atau lima dari sepuluh ibu di Indonesia mengalami mom-shaming dari keluarga dan lingkungan tempat tinggal,” ungkap Ray. Padahal mereka ini yang seharusnya menjadi support system.

Kemudian, sebanyak 50,6 persen dari responden mengalami mom-shaming dari anggota keluarga, 29 persen mengalami mom-shaming dari teman di lingkungan tempat tinggal dan tempat kerja.

"Justru, melawan mom-shaming yang dilakukan suami, mertua, dan lingkungan, berat banget karena dampaknya bukan hanya di parenting, tapi keharmonisan rumah tangga," ujar Ray.

2. Kurangnya akses bantuan

Penyebab kedua mengapa ibu tidak berani melawan mom-shaming adalah karena kurangnya akses bantuan profesional, yaitu konselor atau psikolog.

"Harusnya, bantuan ini dampaknya luar biasa besar. Tapi kan akses terbatas sekali, sangat terbatas, terutama psikolog dan konselor masalah parenting," ungkap Ray.

Baca juga: Bentuk Mom-Shaming yang Marak di Indonesia, Termasuk Komentari Pola Asuh Anak

Jadi, lanjut dia, dua faktor inilah yang menjadi penentu mengapa ibu tidak berani melawan mom-shaming dan tidak bisa mencari bantuan.

"Hanya 11 persen yang mendapatkan (bantuan) dan secara aktif (menerima bantuan)," ujar Ray.

Sebagai informasi, penelitian dari HCC mengungkapkan, mom-shaming memberi dampak yang signifikan terhadap kesehatan mental dan emosional para ibu.

Pasalnya, para pelaku atau aktor mom-shaming berasal dari lingkungan inti mereka, yaitu keluarga, kerabat, dan lingkungan tempat tinggal.

Adapun, responden yang terlibat cukup beragam perihal pendidikan terakhir, usia, pekerjaan, status pernikahan, dan jumlah anak.

Baca juga: Kala Perilaku Prososial di Indonesia Sepaket dengan Mom-Shaming dalam Dunia Parenting...

Simak breaking news dan berita pilihan kami langsung di ponselmu. Pilih saluran andalanmu akses berita Kompas.com WhatsApp Channel : https://www.whatsapp.com/channel/0029VaFPbedBPzjZrk13HO3D. Pastikan kamu sudah install aplikasi WhatsApp ya.

Video rekomendasi
Video lainnya


Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
komentar di artikel lainnya
Baca berita tanpa iklan. Gabung Kompas.com+
Close Ads
Bagikan artikel ini melalui
Oke
Login untuk memaksimalkan pengalaman mengakses Kompas.com